Muhammad Hasan Basri

Laki-laki, 21 tahun

Lumajang, Indonesia

Banggalah pada dirimu sendiri, Meski ada yang tak Menyukai. Kadang mereka membenci karena Mereka tak mampu menjadi seperti dirimu.
::
Start
Windows 8 SM Zero
Shutdown

Navbar3

Search This Blog

Senin, 12 Mei 2014

Alasan Mengapa kita Harus Membaca

Hmm..
pernahkah kalian bertanya dengan seseorang apa hobinya dan ia menjawab membaca?aku berani taruhan, dari sekitar seratus orang kebanyakan hanya segelintir saja yang akan menjawab membaca sebagai hobinya.Ya, mungkin karena mereka pikir membaca itu identik dengan orang berkaca mata dan tidak gaul.
Tapi yang jelas bahwa sanya membaca itu penting dan juga melatih otak kita agar bisa berpikir lebih maju lagi, sebab ilmu pengetahuan yang ada pada jaman sekarang sudah berkembang pesat dan tidak mungkin lagi pemikiran kita juga harus ikut berkembang.Nah berikut alasan 10 penulis untuk Membaca Buku :
• “Buku yang bagus akan memberimu banyak pengalaman, dan sedikit saja kelelahan di saat akhir. Kau menjalani beberapa kehidupan saat membaca.”
William Styron

• “Dalam peradaban tertinggi, buku tetaplah puncak kegembiraan. Orang yang tahu seberapa besar kepuasan yang didapatkannya dari buku-buku, akan memiliki sumberdaya untuk menghadapi malapetaka."
Ralph Waldo Emerson

• “Ada beberapa tindakan yang lebih jahat ketimbang membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya.”
Joseph Brodsky

• “Memiliki kebiasaan membaca adalah membangun sendiri tempat berlindung dari hampir seluruh penderitaan hidup.” 
W. Somerset Maugham

• “Setiap orang yang tahu cara membaca memiliki kekuatan untuk memperbesar dirinya, melipatgandakan jalan bagi keberadaannya, dan membuat kehidupannya utuh, signifikan, dan menarik."
Aldous Huxley

• “Membaca buku tak ubahnya dengan tindakan menulis ulang buku itu bagi diri sendiri. Kau mengusung ke dalam sebuah novel, apa pun novel yang kaubaca, semua pengalaman hidupmu. Kau mengusung sejarahmu dan kau membacanya dalam konteksmu sendiri.”
Angela Carter

• “Yang terkasih sepanjang waktu, kawan paling kokoh bagi jiwa—BUKU.” 
Emily Dickinson

• “Kita tidak memerlukan daftar benar dan salah, tabel tentang apa yang boleh dan yang terlarang: kita membutuhkan buku-buku, waktu, dan kesunyian. Perintah dan larangan akan segera dilupakan, tetapi cerita akan bertahan selamanya.”
Philip Pullman

• “Membaca adalah satu-satunya cara di mana kita bisa tergelincir, tanpa sadar, dan sering tak berdaya, ke dalam kulit orang lain, suara orang lain, jiwa orang lain."
Joyce Carol Oates

• “Saya pikir kita hanya perlu membaca jenis-jenis buku yang sanggup melukai atau menusuk kita. Jika buku yang kita baca tidak membangunkan kita dengan hantaman di kepala, untuk apa kita membaca? Bukankah dengan demikian kita akan bahagia, manakala kau menulis? Demi Tuhan, kita akan sangat bahagia jika tidak punya buku, dan jenis buku yang membuat kita bahagia adalah yang kita tulis sendiri jika diperlukan. Tapi kita memerlukan buku-buku yang mempengaruhi kita seperti bencana, yang memberi kita kesedihan mendalam, seperti kematian seseorang yang kita cintai melebihi cinta kita pada diri sendiri, seperti dicampakkan ke dalam hutan jauh dari siapa pun, seperti tindakan bunuh diri. Sebuah buku semestinya menjadi kapak bagi laut beku di dalam diri kita. Itulah keyakinan saya.”

Franz Kafka 

Dalam Kaidah Islam Membaca dapat  Meningkat Ilmu

Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu runtuh
Kalimat diatas menjelaskan bahwa kita sebagai seorang muslim haruslah mengetahui tentang ajaran-ajaran agama, terutama islam, karena ilmu menjadi fondasi untuk bertaqwa kepada Allah. Dengan ilmu yang baik, kita dapat membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari, mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang benar dan mana yang salah. Mencari ilmu adalah wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan.
Belajar ilmu agama islam tidak mengenal ruang dan waktu. Belajar agama juga tidak mengenal umur, belajar agama dapat dimulai sejak anak-anak sampai tua. Seperti diterangkan dalam hadits Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bahwa kita diperintahkan untuk menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat. Jadi menuntut ilmu tidak mengenal waktu/umur, apakah terlalu dini untuk belajar, ataupun sudah terlambat, karena tidak ada kata terlambat untuk menambah pengetahuan , apalagi pengetahuan tentang agama islam, dimana pengetahuan tersebut akan bermanfaat tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat.
Menuntut ilmu agama islam juga tidak harus dengan mendatangi para ulama ataupun ahli agama. Kita bisa mendapatkan ilmu dari mana saja, entah itu dari membaca buku, mendengarkan radio/rekaman, ataupun dari menonton TV. Terkait hal ini ada sebuah kisah tentang seorang anak yang memutuskan masuk islam setelah membaca buku-buku agama islam.
Adalah Alexander Pertz dilahirkan dari kedua orang tua Nasrani pada tahun 1990 M di Amerika. Sejak awal, ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya memilih agamanya jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat. Begitu dia bisa membaca dan menulis maka ibunya menghadirkan untuknya buku-buku agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi. Setelah membaca dengan mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal ia tak pernah bertemu muslim seorangpun.
Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada tingkatan dia mempelajari sholat, dan mengerti banyak hukum-hukum syar’i, membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghafal sebagian surat, dan belajar adzan.
Semua itu tanpa bertemu dengan seorang muslimpun. Berdasarkan bacaan-bacaan tersebut dia memutuskan untuk mengganti namanya yaitu Muhammad “Abdullah, dengan tujuan agar mendapatkan keberkahan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam yang dia cintai sejak masih kecil.
Salah seorang wartawan muslim menemuinya dan bertanya pada bocah tersebut. Namun, sebelum wartawan tersebut bertanya kepadanya, bocah tersebut bertanya kepada wartawan itu, “Apakah engkau seorang yang hafal Al Quran ?”
Wartawan itu berkata: “Tidak. Namun sang wartawan dapat merasakan kekecewaan anak itu atas jawabannya.
Bocah itu kembali berkata , “Akan tetapi engkau adalah seorang muslim, dan mengerti bahasa Arab, bukankah demikian?” Dia menghujani wartawan itu dengan banyak pertanyaan. “Apakah engkau telah menunaikan ibadah haji? Apakah engkau telah menunaikan umrah? Bagaimana engkau bisa mendapatkan pakaian ihram? Apakah pakaian ihram tersebut mahal? Apakah mungkin aku membelinya di sini, ataukah mereka hanya menjualnya di Arab Saudi saja? Kesulitan apa sajakah yang engkau alami, dengan keberadaanmu sebagai seorang muslim di komunitas yang bukan Islami?”
Setelah wartawan itu menjawab sebisanya, anak itu kembali berbicara dan menceritakan tentang beberapa hal berkenaan dengan kawan-kawannya, atau gurunya, sesuatu yang berkenaan dengan makan atau minumnya, peci putih yang dikenakannya, ghutrah (surban) yang dia lingkarkan di kepalanya dengan model Yaman, atau berdirinya di kebun umum untuk mengumandangkan adzan sebelum dia sholat. Kemudian ia berkata dengan penuh penyesalan, “Terkadang aku kehilangan sebagian sholat karena ketidaktahuanku tentang waktu-waktu sholat.”
Anak tersebut tidak mengetahui apa yang membuat tertarik pada islam. Yang dia ketahui adalah setiap kali dia menambah bacaannya tentang agama islam, maka anak tersebut semakin bertambah kecintaannya terhadap Islam.
Saat ditanya tentang puasa Ramadhan, anak tersebut menceritakan bahwa ia sudah bisa melakukannya secara sempurna, walaupun ia merasa kesulitan untuk melakukannya pada awal puasa.
Anak itu bercita-cita untuk pergi ke Mekkah dan mencium Hajar Aswad. Bahkan kata ibunya, banyak gambar-gambar Ka’bah yang telah memenuhi kamarnya. Anak tersebut mengetahui bagaimana thawaf di sekitar Ka’bah dan bagaimanakah haji sebagai sebuah lambang persamaan antar sesama manusia sebagaimana Tuhan telah menciptakan mereka tanpa memandang perbedaan warna kulit, bangsa, kaya, atau miskin.
Selain pergi ke Mekkah anak itu juga memiliki cita-cita agar Palestina kembali ke tangan kaum muslimin. Ini adalah bumi mereka yang dicuri oleh orang-orang Israel (Yahudi) dari mereka, katanya. Ibunya melihat kepadanya dengan penuh keheranan. Maka diapun memberikan isyarat bahwa sebelumnya telah terjadi perdebatan antara dia dengan ibunya sekitar tema ini. Bahkan dia menyuruh ibunya untuk membaca sejarah, dan menjelaskan kepada ibunya bahwa sungguh benar-benar telah terjadi perampasan terhadap Palestina. Serta bercita-cita untuk bisa belajar bahasa Arab, dan menghafal Al Quran.
Dengan membaca, Muhammad Abdullah juga mengerti tentang makanan yang dilarang oleh agamanya (Islam). Sebagai contoh ia tidak memakan daging babi, ia berkata bahwa babi adalah hewan yang sangat kotor dan menjijikkan. Keluarganya mengetahui bahwa dia tidak memakan daging babi, oleh karena itu mereka tidak menghidangkannya untukku. Dan jika kami pergi ke restoran, maka aku kabarkan kepada mereka bahwa aku tidak memakan daging babi.
“Apakah engkau sholat di sekolahan ?” Tanya wartawan.
“Ya, aku telah membuat sebuah tempat rahasia di perpustakaan yang aku shalat di sana setiap hari” jawab Muhammad.
Kemudian datanglah waktu shalat maghrib di tengah wawancara. Bocah itu langsung berkata kepada wartawan,” Apakah engkau mengijinkanku untuk mengumandangkan adzan?” Kemudian dia berdiri dan mengumandangkan adzan. Dan tanpa terasa, air mata mengalir di kedua mata sang wartawan ketika melihat dan mendengarkan bocah itu menyuarakan adzan.
Dari kisah tersebut, dengan belajar agama Islam dengan membaca bukupun kita dapat mengetahui berbagai macam hal mengenai suatu pengetahuan, dimana pengetahuan tersebut akan membawa manfaat, apalagi membaca pengetahuan agama, tentunya banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh, sehingga akan menambah iman dan taqwa kita. Karena buku adalah sumber ilmu.
Kita yang tinggal di negara dengan penduduk muslim yang banyak, seharusnya kita lebih bisa mendalami lagi tentang ilmu agama Islam. Kita akan lebih mudah untuk belajar agama islam, tentunya banyak buku-buku ataupun sumber lainnya untuk memambah pengetahuan tentang Islam, bahkan kita juga telah difasilitasi dengan banyaknya kegiatan-kegiatan agama yang gelar seperti kajian Islam, serta banyaknya ahli agama Islam yang mudah dijumpai disekitar kita, untuk ditanyai tentang masalah agama jika adanya masalah ataupun ketidakjelasan yang kita temui.
Sekali lagi, mencari ilmu agama tidak harus bertatap muka dengan para ahli agama. Kita bisa belajar agama Islam dari membaca buku/media lainnya. Karena dengan membaca kita bisa mendapatkan ilmu-ilmu yang lebih lengkap dan bervariasi. Para ahli agama Islam juga tentunya membaca buku/buku tentang agama untuk bisa memiliki wawasan yang luas, yang kemudian dibagikan kepada kita semua. Meskipun begitu, tetap ditekankan bahwa belajar dengan guru itu lebih baik dan membuat kita lebih terjaga.
Dengan memiliki banyak ilmu agama, kita akan semakin dapat menjalan perintah-perintah Allah dengan baik, serta menjauhi larangan yang tentunya merugikan kita. Selain itu juga akan meningkatkan kecintaan kita terhadap Islam.

0 komentar: