Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah
perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa
besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa
Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan
pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu
pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional
Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia
terhadap kolonialisme.
Hotel Oranye di Surabaya tahun 1911.
Setelah
munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang
menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah
Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia, gerakan pengibaran
bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks
gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan
bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel
Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl.
Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah
pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945,
tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru),
tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat
teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda
Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda
telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan
kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah
Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Tak
lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Soedirman,
pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan)
yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai
Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa
lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai
perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan
meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato.
Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda
dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan
berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah
perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik,
yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan
mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono
melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke
atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula
bersama Soedirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan
tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera
Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang bendera
kembali sebagai bendera Merah Putih.
Setelah insiden di Hotel
Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran
pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan
kecil tersebut di kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang
banyak memakan korban jiwa di kedua belah pihak Indonesia dan Inggris,
sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno
untuk meredakan situasi.
Nah, setelah membaca kisah
diatas, betapa pengorbanan para pahlawan kita itu sungguh luar biasa
bukan? nah pertanyanya, kini kita sudah merdeka berkat jasa pahlawan, lalu apa yang
harus kita lakukan dalam mengisi kemerdekaan ini?.
Jawabannya, tentunya
kita harus bisa menghayati dan mengamalkan makna hari pahlawan itu
bukan hanya sekedar seremonial belaka. Tetapi lebih dari itu, kita harus
menjelma menjadi pahlawan-pahlawan baru dalam konteks kekiniaan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada. Bila dulu kita berperang dengan
darah, maka saat ini kita harus bertarung melawan pembodohan,
kesewenang-wenangan, dan menaklukan hawa nafsu yang membelenggu pada
diri kita dan para pemimpin negeri ini.
Karena sesungguhnya bangsa ini masih membutuhkan banyak pahlawan untuk
mewujudkan Indonesia yang damai, adil, demokratis, serta Indonesia yang
bersih dan bebas dari segala macam bentuk korupsi. Mengapa kasus korupsi
menjadi sorotan, karena memang penyakit ini sudah mencapai stadium
terakhir. Bahkan selain melibatkan oknum pejabat, yang paling
menyedihkan sudah mengikutsertakan para penegak hukumnya yang semestinya membrantas
korupsi. Dan kita sangat membutuhkan orang-orang berani untuk
memberantasnya. Maka dari itu, saat ini kita membutuhkan karekteristik
seorang pahlawan yang jujur, pemberani dan rela melakukan apapun demi
kebaikan dan kesejahteraan masyarakat banyak.
Lalu makna lain dari hari pahlawan ini, kita harus menjadi pahlawan
untuk semua. Artinya, kita harus menjadi warga yang baik dan
meningkatkan prestasi dalam kehidupan saat ini. Termasuk selalu
mengobarkan semangat yang tidak pernah luntur seperti yang pernah
diteladani para pendahulu kita. Slogan merdeka atau mati yang diiringi
gema takbir “Allahu Akbar” yang dikumandangkan para pejuang muslim saat
itu, harus diaplikasikan dalam perjalanan hidup dewasa ini. Sebab orasi
yang dikomandani Bung Tomo pada pertempuran 10 November 1945 di
Surabaya, ternyata telah mampu mengobarkan semangat patrotisme dan
kepahlawanan yang luar biasa. Kejadian ini yang pada akhirnya menjadi
simbol nasional atas gagah beraninya bangsa ini, dalam melawan segala
bentuk kolonialisme. Momentum inilah yang saat ini diperingati setiap
tahunnya sebagai hari Pahlawan
Pada kesempatan ini juga saya mengucapkan selamat kepada Bung Karno dan
Bung Hatta yang kini mendapatkan gelar pahlawan nasional. Dengan adanya
gelar tersebut, tentunya ini menipis stigma yang melekat kepada Bung
Karno yang diduga terlibat dalam pemberontakan pada masa itu.
Terlepas dari semua itu, kita menyadari bahwa manusia itu tidak ada yang
sempurna. Pasti ada kelamahan dan kesalahan yang dibuatnya. Oleh karena
itu, melalui momentum hari bersejarah ini, kita semua bisa memetik
hikmah dari peristiwa heriok ini yang sudah barang tentu masih banyak
makna lain yang belum tergali dalam tulisan ini. Mari saatnya kita
melakukan intropeksi diri dan membenahi kualitas SDM kita, untuk menjadi
sikap dan karakter seorang pahlawan bagi keluarga, lingkungan,
masyarakat dan negara ini.
=> AYO INDONESIA KITA BISA <=
0 komentar: