Hari itu jutaan jamaah haji berkumpul di Arafah untuk melaksanakan
salah satu rukun haji yaitu wukuf di arafah. Bersamaan dengan
itu.seluruh umat islam di dunia disunnahkan untuk melakukan puasa arafah
yang jatuh pada tanggal 9 dzulhijjah . Mudah-mudahan seluruh jamaah haji
diberikan kekuatan untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji ini
termasuk wukuf di arafah.
Sebenarnya apa sih makna wukuf di arafah? Boleh dikata wukuf di arafah
merupakan miniatur padang mahsyar dimana seluruh umat manusia akan
dibangkitkan dari kematian dan berkumpul di suatu tempat yang disebut
padang mahsyar. Manusia harus mempertanggungjawabkan semua amal
perbuatan dihadapan Allah swt. Padang mahsyar diperkirakan panasnya luar
biasahanya manusia yang banyak amal ibadahnya saja .yang mampu
merasakan kesejukan di tengah panasnya padang mahsyar. Selebihnya akan
merasakan panasnya terik matahari yang hanya sejengkal tingginya .dengan
rasa panas yang luar biasa. Ini karena selama hidup di dunia banyak
manusia yang melakukan dosa dan perbuatan buruk lainnya.
Wukuf di arafah seolah mengingatkan kita semua akan hari kebangkitan
itu. Sudah selayaknyalah manusia mempersiapkan hari pembalasan itu.
Dimana setiap manusia akan dihisap secara adil oleh Tuhan yang Maha
Adil. Tidak ada sedikitpun kesalahan dalam hisap nanti. Keadilan
betul-betul ditegakkan. Disanahukum tidak bisa dibeli oleh siapapun
ataupun mafia lainnya. Barangsiapa berbuat kejahatan walaupun seberat
atommaka dia akan mendapatkan balasannya. Begitu pula bila berbuat baik
walaupun hanya sebesar atommaka diapun akan mendapat balasan.
Sojangan pernah bersedih ketika kita sudah berbuat baik di dunia
initernyata tidak dihargai oleh orang lain.karena Allah Maha Melihat dan
Maha Adil. Besok di akhirat akan dibalas dengan pahala yang
setimpalasal perbuatan baik itu bener-benar dilakukan dengan
ikhlash..hanya mengharap ridho Allah swt.
Maka..di Arafahlahjamaah haji digembleng dengan panasnya terik.dan
perjuangan yang cukup melelahkan. Asal mau bersabar dan selalu
bertawakalInsya Allah akan menjadi pribadi yang luhur dan hajinya akan
mabrur.
Pentingnya Wukuf di Arafah
Sebagaimana Sabda Nabi, Al-hajju Arafah, maksudnya adalah inti dan
puncak haji adalah melaksanakan wukuf di Arafah. Arafah berarti
mengenal, mengetahui, dan menyadari. Sedangkan makna wukuf adalah
berdiam diri.
Dengan demikian, makna wukuf di Arafah adalah berdiam diri untuk
meditasi dan menengadah guna merenungkan eksistensi diri dihadapan Allah
SWT dan dihadapan makhluk alam semesta kemudian melakukan transformasi
ruhaniah secara besar-besaran.
Allah memerintahkan kita untuk berhenti sejenak dari pengaruh dunia yang
sudah menjalar hingga kepori dan tulang sum-sum kita agar kita mengenal
diri memahami apakah diri kita ini sudah pantas dikatakan manusia jika
diri kita hanya sibuk mengejar kehidupan dunia yang fana ini, Allah
menganjurkan kita agar menyadari apa sebanarnya tujuan hidup kita yang
sebenarnya, bukankah diri kita ini pasti akan mati dan menghadap Allah,
lalu sudahkah kita, mengenal siapa tuhan kita sebenarnya, apakah benar
Allah atau banyak tuhan tuhan yang lain yang lebih kita cintai dan kita
sayangi dibandingan Allah, seperti harta, uang, istri anak ataukah
jabatan kita miliki yang menjelma menjadi tuhan kita sekarang,
sudahkah kita sadari berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk
berbuat maksiat. Dan berapa banyak pula waktu yang kita gunakan untuk
berbuat kebaikan demi kebaikan.
Haji juga melatih manusia melepaskan diri dari selera konsumtif, cinta
harta, nafsu birahi, amarah, dan berkata keji atau perkataan kotor.
Dalam berhaji, manusia dilarang mengenakan perhiasan atau parfum. Bahkan
sebaliknya (sangat) dianjurkan untuk rela berkorban apa saja yang
menjadi miliknya termasuk yang paling dicintainya, sebagaimana Nabi
Ibrahim as yang rela mengorbankan Ismail, putra yang amat dicintainya
(lihat QS 37: 99-113).
SIAPA pun orangnya, tentu bangga (bahagia) bila dapat memenuhi panggilan
Tuhan menjalani rukun Islam kelima, haji. Betapa tidak, selain ibadah
ini merupakan warisan Nabi Ibrahim dan idaman setiap umat Islam, ia juga
bisa meningkatkan status sosial. Biaya yang diperlukan jelas cukup
besar, hingga tidak semua orang sanggup menjalaninya. Belum lagi syarat
lain yang tidak mudah untuk dipenuhi. Singkatnya, hanya orang-orang
terpilih lah yang dapat melaksanakan ibadah ini.
Sebaliknya, di balik kebanggaan mereka yang berhaji, ada semacam
penyesalan pada mereka yang tak dapat menunaikannya. Susah berbaur
prihatin karena merasa belum sempurna Islamnya. Kemudian timbul rasa iri
pada mereka yang diberi rezeki berlimpah. Bahkan ada yang sampai
menyalahkan pada pembuat nasib walaupun ada pula yang lapang dada
menerimanya.
Kedua keadaan/peristiwa tersebut, secara sufism-experience, sama-sama
tidak benar. Keduanya sama-sama mengandung butiran tidak ikhlas.
Tercemar oleh virus bangga susah kecewa nelangsa. Akibatnya menjadi
tidak diterima semua amal baik di sisi-Nya.
Yang benar adalah, tidak bangga ketika mampu menunaikannya dan tidak
susah, kecewa, nelangsa ketika tidak sanggup menjalankannya. Sama-sama
ikhlasnya. Bersih, kosong. Hati nurani bebas dari kabut debu yang
mencemari tugas utamanya, yakni dzikrullah. Menjalani kehidupan dengan
ikhlas menerima pemberian-Nya.
Lebih dari itu, kedua masalah tersebut menjadi sirna/nafi dengan
sendirinya bila dapat menangkap dan memahami roh-nya haji. Tentu saja
harus dibarengi dengan usaha keras membumikannya dalam keseharian.
Membumikan rohnya haji
Rohnya haji adalah al-hajju arofatu. Berhentinya segala aktivitas di
Padang Arafah. Secara syariat, ibadah ini dilakukan di Padang Arafah
(Kabah dan sekitarnya). Dilengkapi dengan syarat rukunnya, larangannya,
maupun ibadah plus lainnya.
Secara hakikat, makna wukuf adalah berhenti di Padang Arafah. Adalah
berhentinya semua aktivitas berdunia (termasuk berhentinya napasnya
sendiri), menyatakan Arafah-Nya Yang Mahaluas. Pertama, Membuktikan marifat
(bertemu) Dzat Yang Mahaluas.
Adalah sebuah usaha (ibadah) untuk menghentikan berbagai pengakuan
keduniawian dan geloranya hawa nafsu. Menghentikan segala macam
pengakuan: status sosial, golongan, pangkat, jabatan, pekerjaan, gengsi,
harga diri, anak-istri, dan sejenisnya. Tenggelam dalam menikmati
indahnya wujud (Dzat) Tuhan Yang Mahaluas. Istilah tasawufnya, marifat.
Bertemu Tuhan.
Oleh karena sangat-sangat lembut serta melangit target yang hendak
diraih, maka harus dibarengi dengan menjalankan ketentuan lainnya. Di
antaranya: pertama, Ihram. Yaitu berniat melaksanakan haji dengan
memakai pakaian yang suci tanpa jahitan (polos, utuh).
Tanpa jahitan merupakan simbol sama rasa. Sebuah usaha untuk mengakui
tiada perbedaan antarsesama hamba. Apakah pangkat, derajat, harta, warna
darah, trah (keturunan) dan sebagainya. Adalah hakikat rasa jiwa yang
merdeka sejati. Bebas dari berbagai macam jahitan/kekangan. Baik yang
datang dari luar diri (segala sistem buatan manusia dan setan) maupun
yang dari dalam diri (hawa nafsu).
Kedua, wukuf di Arafah, berhenti di Padang Arafah yang sangat luas,
yaitu berhentinya nafsu pengakuan dan berbagai aktivitas berdunia, di
sisi Dzat Yang Mahaluas. Sebab, yang namanya nafsu itu kalaulah tidak
dihentikan, pasti akan merajai, memperbudak, menjajah, memerkosa, atau
menguasai jati diri manusianya (rasa). Oleh karenanya, nafsu ini harus
diupayakan untuk dihentikan. Dalam rangka menyatakan marifat kepada-Nya.
Ketiga, thawaf, mengelilingi Kabah (Baitullah, rumah Tuhan). Kabah ini
terdiri dari empat pojok (sudut). Merupakan lambang alam-alam yang harus
dilalui manusia, yaitu alam arwah, alam kandungan, alam dunia, dan alam
kubur.
Pojok pertama, merupakan simbol alam arwah. Di pojok ini terdapat Hajar
Aswad, yaitu simbol asal mula fitrah jati diri manusia yang warnanya
hitam (asli). Fitrah manusia ini asalnya dari Fitrah Allah. Ketika masih
di alam arwah ini, fitrah manusia gandeng dengan Fitrah-Nya.
Haqqul-yakin melihat/menyaksikan Wujud (Dzat) Tuhan. Oleh karenanya
berani berkata, qaalu balaa syahidna (benar wahai Tuhan, bahwa Engkau
adalah Tuhanku), ketika dimintai persaksian oleh-Nya.
Pojok kedua adalah simbol alam kandungan. Pada pojok ini mengingatkan
kita ketika masih berada di alam kandungan. Pada saat itu, ketika jasad
masih berumur 120 hari ditiupkan roh (daya dan kekuatan) Tuhan.
Bersamaan itu ditetapkan pula rezeki, umur, pati, amal, serta nasib baik
dan nasib buruk. Pojok ini mengingatkan betapa sebenarnya manusia waktu
itu yang apes, hina, tidak tahu apa-apa, tidak punya apa-apa. Adanya
hanya pasrah, bergantung sepenuhnya kepada-Nya.
Kemudian setelah diberi daya dan kekuatan Tuhan (ditiupkan roh-Nya),
barulah kemudian bisa tumbuh berpikir, bernapas, bekerja, dan
seterusnya. Begitu pula ketika diberadakan pada alam dunia sekarang ini
diharapkan bangkit kesadarannya untuk mengenal dan mengetahui dengan
haqqul yakin keberadaan Dzat Sang Pencipta yang dulunya (maupun
sekarang) merupakan tempat bergantung-berlindung-pasrah bongkokan.
Kemudian dijadikan satu-satunya wujud yang dicintai, dijadikan tujuan
hidup, diingat-ingat serta didekati hingga bertemu kembali (marifat).
Pojok ketiga adalah alam dunia. Alam yang sekarang dilalui (berada)
adalah materi (bahan) ujian yang harus diselesaikan agar bisa kembali
pada Sang Pencipta. Cara menyelesaikan ujiannya yaitu dengan mengikuti
jejak para Malaikatul-muqorrobin, yaitu rela patuh dan tunduk kepada
wakil Tuhan (rasul) yang ada di bumi. Patuh dan tunduknya bagai mayit
yang pasrah bongkokan di hadapan yang memandikan (menyucikan). Tidak
memprotes sama sekali. Yang ada hanya samina wa athona.
Pojok keempat adalah alam kubur. Adalah tempat menuai hasil setelah
selesai menjalani ujian dunia. Bila menjalani dunianya dengan
sungguh-sungguh, mengikuti petunjuk rasul-Nya, jihadunnafsi-nya dengan
keras, serta mendapat rahmat dan fadhal Tuhan, matinya bisa selamat.
Wajahnya berseri-seri karena kepada Tuhan-Nya melihat (bertemu). Bangkit
suka citanya merasakan betapa indah dan bahagianya kembali pada-Nya.
Tetapi sebaliknya, bila ketika menjalani ujian (dunia) itu dengan
sembrono, menuruti hawa nafsu, tidak patuh kepada rasul-Nya, kemungkinan
besar ketika mati nanti tidak mendapat rahmat dan fadhal Tuhan sehingga
tidak bisa bertemu lagi dengan-Nya (tersesat). Masuk ke alam penasaran,
yaitu alam jin, setan, dan sebangsanya yang tidak bisa mati sampai
kiamat. Menjadi wadyabalanya di neraka kelak.
Keempat, sai. Yaitu berlari kecil dari Shofa dan Marwah. Lari kecil
merupakan simbol bersegeralah, bergegaslah mumpung masih ada kesempatan
(bukannya jalan santai ataupun berlari kencang). Bersegeralah memproses
diri mendekat sampai bertemu dengan-Nya. Dunia (kehidupan) ini hanyalah
sebagai ujian, bukanlah tujuan.
Hanya mampir sebentar mengisi perbekalan menuju kehidupan abadi.
Cita-cita luhur dan mulia yang hendak dituju masih sangat jauh. Oleh
karena itu, bersegeralah! Jangan santai, apalagi sembrono meremehkan.
Sebab, besok pagi atau satu jam lagi mati tidak bisa diketahui. Karena
tidak tahu kapan harus mati, maka senantiasa menjaga ajeg zikirnya,
hati-hati dan waspada, serta selalu mohon belas kasih dan ampunan-Nya.
Menyatunya hidup dan mati
Di sisi lain, Shofa dan Marwah merupakan simbol dua kampung, yaitu
kampung dunia dan kampung akhirat. Memahami bahwa dunia itu gandeng
dengan akhirat. Senyatanya, ketika ibadah berusaha meyakini seolah-olah
sebentar lagi akan mati. Tetapi ketika berdunia berusaha meyakini
seolah-olah akan hidup selamanya. Sehingga, keyakinan antara besok mati
maupun hidup selamanya bisa menyatu di dada, dalam menjalani kehidupan
sehari-hari.
Kelima, memotong rambut. Adalah simbol memotong mahkota kehidupan.
Mahkota adalah sesuatu yang disayang dan dijaga kelestariannya. Wujudnya
adalah watak aku (pengakuan). Mengaku (merasa) lebih hebat, lebih baik,
lebih pintar, maupun mengaku hak milik atas segala yang dimiliki
(padahal semuanya milik-Nya). Sehingga tidak butuh pitutur(sunah)
rasul-Nya.
Mahkota ini harus dipotong. Jangan sampai ia mengganggu, apalagi
menguasai jati diri manusianya. Dipotong dalam arti diperangi,
dijihadkan dengan sebenar-benar jihad.
Di samping kelima lakon di atas, ada lakon lain yang dianjurkan untuk
dikerjakan. Di antaranya adalah menyembelih binatang kurban (simbol
membunuh nafsu bangsa hewan). Melempar jumrah, yang bentuknya berupa
kerikil-kerikil kecil. Adalah melempar perkara kecil/remeh yang biasanya
disepelekan manusia (suka dipuji, ingin dilihat orang lain, ingin
diakui/dihargai kerja kerasnya, berbagai macam pamrih dunia).
Dengan wukuf di Arafah tersebut, orang-orang yang
melaksanakan haji diharapkan menjadi arif dan sadar akan eksistensi
dirinya, dari mana ia berasal dan ke mana ia akan pergi, sadar akan
tugas dan tanggung jawabnya, serta memanifestasikan dan mengaplikasikan
kesadaran tersebut dalam bentuk tindakan konkret dalam kehidupan pribadi
dan kehidupan masyarakatnya.
Haji juga melatih manusia
melepaskan diri dari selera konsumtif, cinta harta, nafsu birahi,
amarah, dan berkata keji atau perkataan kotor. Dalam berhaji, manusia
dilarang mengenakan perhiasan atau parfum. Bahkan sebaliknya (sangat)
dianjurkan untuk rela berkorban apa saja yang menjadi miliknya --
termasuk yang paling dicintainya, sebagaimana Nabi Ibrahim as yang rela
mengorbankan Ismail, putra yang amat dicintainya (lihat QS 37: 99-113).
Said
Hawwa dalam buku Al-Islam menyatakan bahwa dengan ibadah haji,
seseorang dapat belajar tentang banyak hal, terutama tentang
persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah), persamaan manusia (al-musawah),
dan persatuan umat. Dengan haji pula, seseorang dapat belajar tentang
perjuangan kesabaran, kesediaan untuk berkorban tanpa pamrih,
toleransi,dan kepedulian sosial.
Namun demikian, yang paling penting dari itu semua, untuk bisa
membuktikan marifat kepada-Nya, harus punya ilmu marifat lebih dahulu.
Hebatnya lagi, ia dapat dibumikan dalam keseharian. Sama halnya untuk
menjadi dokter, maka berguru ilmu-ilmu kedokteran adalah syarat mutlak
yang harus dipenuhi.
Terlebih di bulan haji saat ini, tiada perkara yang lebih mulia selain
belajar membuktikan Arofah-Nya. Walaupun dalam bentuk yang sangat
sederhana, sesuai tingkat mampu masing-masing. Misalnya dengan berkorban
(menyerahkan) sedikit harta pada Yang Punya. Syukur-syukur sesuai
syarat rukun yang telah ditentukan sambil berusaha memenuhi
perintah-Nya: ..dan bunuhlah dirimu !! Hal itu lebih baik bagimu pada
sisi Tuhan yang menjadikan kamu.. (QS.2:54). Yang harus dibunuh adalah
wataknya nafsu serta berbagai macam pengakuan (bukan wujudnya jiwa
raga).
Demikian hakikat dan makna ibadah haji dan wukuf di arafah
...semoga bermanfaat bagi kita semua dan menambah keimanan dalam hati
kita ...Amiien.
Jumat, 03 Oktober 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: