BAB I
PENDAHULUAN
Matematika sebagai ilmu pengetahuan dengan penalaran deduktif mengandalkan logika dalam meyakinkan akan kebenaran suatu pernyataan. Faktor intuisi dan pola berpikir induktif banyak berperan pada proses awal dalam merumuskan suatu konjektur (conjecture) yaitu dugaan awal dalam matematika. Proses penemuan dalam matematika dimulai dengan pencarian pola dan struktur, contoh kasus dan objek matematika lainnya.
Selanjutnya, semua informasi dan fakta yang terkumpul secara individual ini dibangun suatu koherensi untuk kemudian disusun suatu konjektur. Setelah konjektur dapat dibuktikan kebenarannya atau ketidakbenaranya maka selanjutnya ia menjadi suatu teorema. Pernyataan-pernyataan matematika seperti definisi, teorema dan pernyataan lainnya pada umumnya berbentuk kalimat logika, dapat berupa implikasi, biimplikasi, negasi, atau berupa kalimat berkuantor. Operator logika seperti and, or, not, xor juga sering termuat dalam suatu pernyataan matematika. Jadi membuktikan kebenaran suatu teorema tidak lain adalah membuktikan kebenaran suatu kalimat logika.
Materi logika sudah diberikan sejak di bangku SLTA. Namun selama ini, sebagian siswa atau guru masih menganggap logika sebagai materi hapalan, khususnya menghapal tabel kebenaran. Belum tahu mengapa dan untuk apa logika dipelajari. Tanpa menguasai logika maka sulit untuk terbentuknya apa yang disebut dengan logically thinking. Apa yang terbentuk pada siswa, mahasiswa, guru atau bahkan dosen selama ini lebih dominan pada algorithm thinking atau berpikir secara algoritma. Cara berpikir algoritmis dalam belajar matematika ini lebih ditekankan pada memahami langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu soal, tanpa melihat lebih dalam mengapa langkah-langkah tersebut dapat dilakukan. Bila pendekatan ini mendominasi dalam pembelajaran matematika, misalnya di sekolah menengah maka akibatnya siswa akan menjadi ”robot matematika”. Mereka mampu dan cepat menyelesaikan soal yang mirip (similar) dengan contoh sebelumnya, tetapi tidak berkutik bilamana soal tersebut dimodifikasi sedikit, sehingga tidak tampak secara kasat mata kemiripannya dengan soal yang sudah ada, walaupun sesungguhnya materinya tetap sama.
Pada tahap awal, pekerjaan memahami bukti bukanlah sesuatu yang menarik karena kita lebih banyak bergelut dengan simbol dan pernyataan logika ketimbang berhadapan dengan angka-angka yang biasanya dianggap sebagai karakter matematika.
Kenyataan inilah menjadikan salah satu alasan orang malas untuk memahami bukti dalam matematika. Alasan lainnya adalah pekerjaan membuktikan lebih sulit dan tidak penting. Padahal banyak manfaat yang dapat diperoleh pada pengalaman membuktikan ini, salah satunya adalah melatih logically thinking dalam belajar matematika.
Pada makalah ini disajikan beberapa metoda pembuktian sederhana dengan menggunakan
aturan-aturan logika dasar.
BAB II
METODE PEMBUKTIAN MATEMATIKA
Definisi memainkan peranan penting di dalam matematika. Topik-topik baru matematika selalu diawali dengan membuat definisi baru. Sebagai contoh, teori fungsi kompleks diawali dengan mendefinisikan bilangan imajiner i, yaitu i2 = -1. Berangkat dari definisi dihasilkan sejumlah teorema beserta akibat-akibatnya. Teorema-teorema inilah yang perlu dibuktikan. Pada kasus sederhana, kadangkala teorema pada suatu buku ditetapkan sebagai definisi pada buku yang lain, begitu juga sebaliknya. Selanjutnya, untuk memahami materi selanjutnya dibutuhkan prasyarat pengetahuan logika matematika. Ada beberapa metode dalam pembuktian matematika, diantaranya sebagai berikut :
1. PEMBUKTIAN LANGSUNG
Bukti langsung ini biasanya diterapkan untuk membuktikan teorema yang berbentuk implikasi p Þ q. Di sini p sebagai hipotesis digunakan sebagai fakta yang diketahui atau sebagai asumsi. Selanjutnya, dengan menggunakan p kita harus menunjukkan berlaku q. Secara logika pembuktian langsung ini ekuivalen dengan membuktikan bahwa pernyataan p Þ q benar dimana diketahui p benar.
Contoh
Buktikan, jika x bilangan ganjil maka x2 bilangan ganjil.
Bukti. Diketahui x ganjil, jadi dapat ditulis sebagai x = 2n-1 untuk suatu bilangan bulat n. Selanjutnya, x2 = (2n - 1)2 = 4n2 + 4n + 1 = 2 (2n2 + 2) +1 = 2m + 1: Karena m merupakan bilangan bulat maka disimpulkan x2 ganjil.
2. PEMBUKTIAN TAK LANGSUNG
Kita tahu bahwa nilai kebenaran suatu implikasi p Þ q ekuivalen dengan nilai kebenaran kontraposisinya ~q Þ ~p. Jadi pekerjaan membuktikan kebenaran pernyataan implikasi dibuktikan lewat kontraposisinya.
Contoh
Buktikan, jika x2 bilangan ganjil maka x bilangan ganjil.
Bukti. Pernyataan ini sangat sulit dibuktikan secara langsung. Mari kita coba saja. Karena x2 ganjil maka dapat ditulis x2 = 2m + 1 untuk suatu bilangan asli m. Selanjutnya x = tidak dapat disimpulkan apakah ia ganjil atau tidak. Sehingga bukti langsung tidak dapat digunakan. Kontraposisi dari pernyataan ini adalah ”Jika x genap maka x2 genap”. Selanjutnya diterapkan bukti langsung pada kontraposisinya. Diketahui x genap, jadi dapat ditulis x = 2n untuk suatu bilangan bulat n. Selanjutnya, x2 = (2n)2 = 2 (2n2) = 2m yang merupakan bilangan genap.
3. PEMBUKTIAN “BUKTI” KOSONG
Bila hipotesis p pada implikasi p Þ q sudah bernilai salah maka implikasi p Þ q selalu benar apapun nilai kebenaran dari q. Jadi jika kita dapat menunjukkan bahwa p salah maka kita telah berhasil membuktikan kebenaran p Þ q.
Contoh
Didalam teori himpunan kita mengenal definisi berikut :
“Diberikan dua himpunan A dan B. Himpunan A dikatakan himpunan bagian dari B, ditulis A Ì B jika pernyataan berikut dipenuhi : ”jika x Î A maka x Î B”. Suatu himpunan dikatakan himpunan kosong jika ia tidak mempunyai anggota. Buktikan, himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari himpunan apapun.”
Bukti. Misalkan A = Æ suatu himpunan kosong dan B himpunan sebarang. Kita akan tunjukkan bahwa pernyataan ”jika x Î A maka x Î B” bernilai benar. Karena A himpunan kosong maka pernyataan p yaitu x Î A selalu bernilai salah karena tidak mungkin ada x yang menjadi anggota himpunan kosong. Karena p salah maka terbuktilah kebenaran pernyataan ”jika x Î A maka x Î B”, yaitu A Ì B. Karena B himpunan sebarang maka bukti selesai.
4. PEMBUKTIAN TRIVIAL
Bila pada implikasi p Þ q, dapat ditunjukkan bahwa q benar maka implikasi ini selalu bernilai benar apapun nilai kebenaran dari p. Jadi jika kita dapat menunjukkan bahwa q benar maka kita telah berhasil membuktikan kebenaran p Þ q.
Contoh
Buktikan, jika 0 < x < 1 maka 0 < . Bukti. Karena pernyataan q, yaitu 0 < . selalu benar untuk setiap x bilangan real termasuk x di dalam interval (0, 1) maka secara otomatis kebenaran pernyataan ini terbukti. 5. PEMBUKTIAN DENGAN KONTRADIKSI Metoda ini mempunyai keunikan tersendiri, tidak mudah diterima oleh orang awam. Dalam membuktikan kebenaran implikasi p Þ q kita berangkat dari diketahui p dan :q. Berangkat dari dua asumsi ini kita akan sampai pada suatu kontradiksi. Suatu kontradiksi terjadi bilamana ada satu atau lebih pernyataan yang bertentangan. Contoh pernyataan kontradiksi : 1 = 2, -1 < a < 0 dan 0 < a < 1, ”m dan n dua bilangan bulat yang relatif prime” dan ”m dan n keduanya bilangan genap”. Contoh Misalkan himpunan A didefinisikan sebagai interval setengah terbuka A := [0; 1). Buktikan maksimum A tidak ada. Bukti. Pernyataan ini dapat dinayatakan dalam bentuk implikasi berikut ”jika A := [0; 1) maka maksimum A tidak ada.” Andaikan maksimum A ada, katakan p. Maka haruslah 0 < p < 1, dan akibatnya ½ p < ½ dan ½ (p + 1) < 1. Diperoleh P = ½ p + ½ p < ½ p + ½ = ½ (p + 1) < 1 Diperoleh dua pernyataan berikut : • p maksimum A, yaitu elemen terbesar himpunan A. • ada q Î A (yaitu q := ½ (p + 1)) yang lebih besar dari p. Kedua pernyataan ini kontradiktif, jadi pengandaian A mempunyai maksimum adalah salah, jadi haruslah tidak ada maksimum. Contoh Tidak ada bilangan bulat positif x dan y yang memenuhi persamaan Diophantine x2 - y2 = 1. Bukti. Misalkan ada bilangan bulat positif x dan y yang memenuhi x2 - y2 = 1. Maka pada ruas kiri dapat difaktorkan sehingga diperoleh (x - y)(x + y) = 1. Karena x, y bulat maka persamaan terakhir ini hanya dapat terjadi bilamana x - y = 1 dan x + y = 1 atau x - y = -1 dan x + y = -1. Pada kasus pertama akan dihasilkan x = -1 dan y = 0, sedangkan pada kasus kedua dihasilkan x = 1 dan y = 0. Hasil pada kedua kasus ini bertentangan dengan hipotesis bahwa x dan y bulat positif. Bila dicermati ada kemiripan bukti dengan kontradiksi dan bukti dengan kontraposisi. Untuk menjelaskan perbedaan kedua metoda ini kita perhatikan struktur pada keduanya sebagai berikut : • Pada metoda kontradiksi, kita mengasumsikan p dan ~q, kemudian membuktikan adanya kontradiksi. • Pada bukti dengan kontraposisi, kita mengasumsikan ~q, lalu membuktikan ~p. Asumsi awal kedua metoda ini sama, pada metoda kontraposisi tujuan akhirnya sudah jelas yaitu membuktikan kebenaran ~p, sedangkan pada metoda kontradiksi tujuan akhirnya tidak pasti pokoknya sampai bertemu kontradiksi. Secara khusus jika kita sampai pada pernyataan ~p maka kontradiksi sudah ditemukan. Jadi metoda kontraposisi merupakan kasus khusus dari metoda kontraposisi. 6. PEMBUKTIAN EKSISTENSIAL Ada dua tipe bukti eksitensial ini, yaitu konstruktif dan takkonstruktif. Pada metoda konstruktif, eksistensinya ditunjukkan secara eksplisit. Sedangkan pada metoda takkonstruktif, eksistensinya tidak diperlihatkan secara eksplisit. Contoh Buktikan, ada bilangan irrasional x dan y sehingga xy rasional. Bukti. Kita sudah mengetahui bahwa irrasional, anggaplah kita sudah dapat membuktikannya. Sekarang perhatikan . Bila ternyata rasional maka bukti selesai, dalam hal ini diambil x = y = . Bila bukan rasional (yaitu irrasional), diperhatikan bahwa = ( )2 = 2 merupakan bilangan rasional. Jadi salah satu pasangan (x, y), dengan x = y = , atau x = dan y = pasti memenuhi pernyataan yang dimaksud. Pada bukti ini hanya ditunjukkan eksistensi bilangan irrasional x dan y tanpa memberikannya secara eksplisit. Ini dikenal dengan istilah pembuktian eksistensi non konstruktif. Contoh Bila a dan b bilangan real dengan a < b maka terdapat bilangan rasional r dengan a < r < b. Bukti. Diperhatikan bahwa suatu bilangan real positif. Menurut sifat Archimedes terdapat bilangan asli n sehingga n > . Untuk n ini berlaku nb - na > 1: (*)
Sekarang ambil m sebagai bilangan bulat pertama yang lebih besar dari na, dan berlaku m - 1 < na < m: (**). Dari (*) dan (**) diperoleh na < m < na + 1 < nb: Bentuk terakhir ini dapat ditulis na < m < nb, dan dengan membagi semua ruas dengan n, didapat dan dengan mengambil r := . maka bukti Teorema selesai. Dalam membuktikan eksistensi bilangan rasional r, ditempuh dengan langkah-langkah konstruktif sehingga bilangan rasional yang dimaksud dapat dinyatakan secara eksplisit. Ini bukti eksistensial dengan konstruktif. Melalui langkah-langkah pembuktian ini kita dapat membangun algortima untuk melakukan komputasi numerik. Perhatikan contoh berikut : Contoh Tentukan 3 buah bilangan rasional diantara dan . Penyelesaian. • Diketahui a = , b = = 1,5 • d = 11,6569 • Jadi bilangan asli yang dapat diambil adalah n = 12, 13, 14, 15, 16. • Untuk n = 12 diperoleh na (12)( ) 16,9706 maka diambil m = 17. Untuk n = 13, na (13)( ) 18,3848 dan diambil m = 19. Untuk n = 14 maka na (14)( ) 19,7990 dan diambil m = 20. • Jadi bilangan rasional r = dan terletak diantara dan Pada kalkulus kita mempelajari bukti pada teorema nilai rata-rata baik untuk bentuk diferensial maupun bentuk integral. Eksistensi titik c pada kedua teorema ini tidak diberikan secara eksplisit tetapi dapat diyakinkan bahwa ia ada. Termasuk, ada berapa banyak keberadaan mereka bukan merupakan issue penting dalam pembuktian eksistensial. Dalam pembuktian eksistensial, terkadang diperlukan mengenai jaminan ketunggalannya. Ini menjadi pekerjaan sendiri dalam pembuktian. 7. PEMBUKTIAN KETUNGGALAN Dalam membuktikan ketunggalan, pertama harus ditunjukkan eksistensi suatu objek, katakan objek itu x. Ada dua pendekatan yang dapat ditempuh untuk membuktikan bahwa x hanya satu-satunya objek yang memenuhi, yaitu : • Diambil objek sembarang, katakan y maka ditunjukkan y = x, atau • Misalkan y objek sebarang lainnya dengan y y, ditunjukkan adanya suatu kontradiksi. cara ini tidak lain menggunakan metoda kontradiksi seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Contoh Definisi limit barisan (pengantar analisis real): “Misalkan (xn : n Î N) suatu barisan bilangan real. Bilangan real x dikatakan limit dari (xn : n Î N), dan ditulis lim(xn) = x jika dan hanya jika untuk setiap > 0 yang diberikan terdapat bilangan asli K sehingga , untuk setiap n > K. Kemudian, disusun teorema berikut ”Jika limit barisan (xn) ada, maka ia tunggal.”
Bukti. Di sini tidak diperlukan bukti eksistensi karena kita hanya akan membahas barisan yang mempunyai limit, atau eksistensinya sudah diasumsikan. Sekarang kita gunakan pendekatan kedua. Andaikan barisan X := (xn) mempunyai dua limit yang berbeda, katakan xa dan xb dengan xa xb. Diberikan := .
Karena lim(xn) = xa maka untuk " ini terdapat Ka sehingga untuk setiap n > Ka. Juga, karena lim(xn) = xb maka terdapat Kb sehingga untuk setiap n > Kb. Sekarang untuk n > maks {Ka,Kb} maka berlaku
Akhirnya diperoleh suatu pernyataan yang kontradiktif. Pengandaian xa xb salah dan haruslah xa = xb, yaitu limitnya mesti tunggal.
8. PEMBUKTIAN DENGAN COUNTER EXAMPLE
Untuk membuktikan suatu konjektur terkadang kita membutuhkan penjabaran yang cukup panjang dan sulit. Tapi bila kita dapat menemukan satu saja kasus yang tidak memenuhi konjektur tersebut maka selesailah urusannya.
Contoh
Misalkan ada konjektur berikut :
”Untuk setiap n bilangan asli maka merupakan bilangan prima”
Bukti. Pernyataan ini berlaku untuk setiap bilangan asli n. Tapi bila bila ditemukan satu bilangan asli, katakan n0 dan tidak prima (komposit) maka konjektur ini tidak benar. Diperhatikan beberapa kasus berikut, untuk n = 1 diperoleh bilangan 5, n = 2 menghasilkan 17, n = 3 mengahasilkan 257 dan n = 4 menghasilkan 65537. Keempat bilangan ini prima. Coba perhatikan untuk n = 5, diperoleh = 4294967297 = (641)(6700417). Ternyata bukan prima. n = 5 merupakan contoh penyangkalan (counter example). Akhirnya disimpulkan bahwa konjektur ini salah.
9. PEMBUKTIAN DENGAN INDUKSI MATEMATIKA
Secara umum penalaran di dalam matematika menggunakan pendekatakan deduktif. Tidak dapat dibayangkan bagaimana orang dapat membuktikan kebenaran pernyataan yang memuat kalimat ”untuk setiap > 0 . . . ”, ”untuk setiap bilangan asli n . . .”, ”untuk setiap fungsi kontinu f . . .”, dan lain-lain. Tidak mungkin dapat ditunjukkan satu per satu untuk menunjukkan kebenaran pernyataan tersebut. Tapi ada salah satu pola penalaran pada matematika yang menggunakan prinsip induksi, biasanya disebut induksi matematika. Prinsip induksi matematika ini adalah untuk inferensi terhadap pernyataan tentang n dimana n berjalan pada himpunan bilangan bulat, biasanya himpunan bilangan asli N atau pada himpunan bagian bilangan asli, N1 N. Biasanya pernyataan tentang bilangan asli n dinyatakan dengan P(n).
Contoh
Untuk setiap n N, berlaku 1+2+3+ … +n = ½ n(n+1). Diperoleh
P(1) : 1 = ½ (1)(1 + 1)
P(3) : 1 + 2 + 3 = ½ (3)(3 + 1)
P(6) : 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 = ½ (6)(6 + 1)
Teorema 3.1. Misalkan S himpunan bagian dari N yang mempunyai sifat-sifat berikut
(i) 1 S
(ii) k S k + 1 S.
Maka S = N.
Bukti. Bila P(n) suatu pernyataan tentang n bilangan asli maka P(n) dapat bernilai benar pada beberapa kasus atau salah pada kasus lainnya. Diperhatikan P(n) : bahwa n2 > 2n hanya benar untuk P(2), P(3), P(4) tetapi salah untuk kasus lainnya. Prinsip induksi matematika dapat diformulasikan sebagai berikut :
Misalkan untuk tiap n N menyatakan pernyataan tentang n. Jika
(i) P(1) benar,
(ii) jika P(k) benar maka P(k + 1) benar,
maka P(n) benar untuk setiap n N.
Kembali kita dituntut membuktikan kebenaran implikasi p q pada (ii). Di sini kita perlu membuktikan kebenaran pernyataan P(k+1) dengan diketahui kebenaran P(k).
Contoh (Ketidaksamaan Bernoulli).
Jika x > -1 maka untuk setiap n N berlaku (1 + x)n > 1 + nx (KB)
Bukti. Dibuktikan dengan induksi matematika. Untuk n = 1 kedua ruas pada (KB) menjadi kesamaan. Diasumsikan berlaku untuk n = k, yaitu berlaku (1+x)k > 1+kx. Untuk n = k + 1, diperoleh (1 + x)k > 1 + kx [ diketahui ]
(1 + x)k+1 = (1 + x)k (1 + x) > (1 + kx)(1 + x)
= 1 + (k + 1)x + kx2
> 1 + (k + 1)x
Jadi berlaku untuk n = k + 1. Perhatikan pada baris kedua, kedua ruas dikalikan dengan (1+x) suatu bilangan positif karena x > -1. Jadi tanda ketidaksamaan tidak berubah.
Satu lagi varian metoda induksi adalah dikenal dengan prinsip induksi kuat yang dinyatakan sebagai berikut :
Misalkan untuk tiap n N menyatakan pernyataan tentang n. Jika
(i) P(1) benar,
(ii) jika P(1), P(2), … , P(k) benar maka P(k + 1) benar,
maka P(n) benar untuk setiap n N.
Contoh
Diberikan barisan (xn) yang didefinisikan secara rekursif berikut
x1 := 1, x2 := 1,
xn+1 := ½ (xn + xn-1) untuk n > 1:
Misalkan P(n) : 1 < xn < 2 . Buktikan P(n) berlaku untuk semua n N. Bukti. Kita terapkan prinsip induksi matematika kuat. (i) Untuk n = 1, diketahui x1 = 1. Jadi P(1) benar. (ii) Diasumsikan P(1), P(2), .. , P(k) benar, yaitu berlaku 1 < x1 < 2, 1 < x2 < 2, 1 < x3 < 2, … , 1 < xk-1 < 2, 1 < xk < 2. Dari kedua ketaksamaan terakhir 1 < xk-1 < 2 dan 1 < xk < 2, bila dijumlahkan diperoleh Ini berarti P(k + 1) benar. Jadi terbukti P(n) berlaku untuk semua n N. 10. PEMBUKTIAN DUA ARAH Ada kalanya suatu pernyataan berupa bi-implikasi, p q. Ada dua kemungkinan bi-implikasi bernilai benar p q yaitu p benar dan q benar, atau p salah dan q salah. Dalam prakteknya, pernyataan ini terdiri dari p q dan q p. Membuktikan kebenaran bi-implikasi p q berarti membuktikan kebenaran kedua implikasi p q dan q p. Selanjutnya dapat menggunakan bukti langsung, taklangsung atau mungkin dengan kontradiksi. Contoh Buktikan, suatu bilangan habis dibagi sembilan jika hanya jika jumlah angka-angka pembangunnya habis dibagi sembilan. Bukti. Sebelum kita buktikan, dijelaskan terlebih dulu maksud dari pernyataan ini dengan contoh berikut. Ambil bilangan 135, 531, 351, 513, 315, 153, maka semuanya habis dibagi 9. Coba periksa satu per satu. Misalkan p suatu bilangan bulat, maka dapat disajikan dalam bentuk p = xnxn-1xn-2 … x2x1x0, dimana xn 0; xn-1,… x0 bilangan bulat taknegatif. Sedangkan nilai p ini dapat ditulis dalam bentuk: p = x0 + x1101 + x2102 + … + xn10n. Jumlah angka-angka pembangunnya adalah s = x0 + x1 + x2 + … + xn: Pertama dibuktikan ( ), yaitu diketahui p habis dibagi 9, dibuktikan s habis dibagi 9. Karena p habis dibagi 9 maka dapat ditulis p = 9k untuk suatu bilangan bulat k. Diperhatikan selisih p - s, p - s = x0 + x1101 + x2102 + … + xn10n - (x0 + x1 + x2 + … + xn) = (10 - 1)x1 + (102 - 1)x2 + … + (10n - 1)xn Diperhatikan bilangan pada ruas kanan selalu habis dibagi sembilan, misalnya ditulis 9m untuk suatu bilangan bulat m. Jadi diperoleh 9k - s = 9m s = 9(k - m) yaitu s habis dibagi 9. Selanjutnya dibuktikan ( ), yaitu diketahui s habis dibagi 9, dibuktikan p habis dibagi 9. Diperhatikan p = x0 + x1101 + x2102 + … + xn10n = x0 + x1(101 - 1) + x2(102 - 1) + … + xn(10n - 1) + x1 + x2 + … + xn = [x0 + x1 + x2+ … + xn] + [x1(101 - 1) + x2(102 - 1) + … + xn(10n - 1)] Karena bilangan pada kelompok pertama dan kelompok kedua habis dibagi 9 maka terbukti p habis dibagi 9. BAB III
PENUTUP
Belajar matematika dengan cara memahami bukti tidaklah mudah. Dibutuhkan waktu untuk memahami matematika sebagai bahasa logika. Juga, dibutuhkan wawasan matematika yang luas untuk belajar membuktikan fakta-fakta yang lebih rumit. Di dalam bukti termuat nilai-nilai strategis yang dapat melatih kita berpikir secara logis. Keindahan matematika juga banyak terdapat pada harmonisasi penalaran-penalaran dalam bukti. Dengan memahami bukti kita dapat mengikuti alur berpikir para ahli yang pertama kali menemukannya, yang berdampak pada kekaguman terhadap para inventor matematika dan pada akhirnya menyenangi matematika itu sendiri. Berlatih memahami bukti merupakan langkah awal yang baik untuk menjadi peneliti di bidang matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Bartle, Robert G and D.R. Sherbet.1994. Introduction to Real Analysis, Second Edition. John Willey & Sons, New York.
Julan H. 2007. Materi Kuliah Fondasi Matematika. Jurusan Matematika FMIPA, UAD : Yogyakarta.
Rinovia S dan Nana Nawawi G. 2005. Materi Kuliah Matematika Diskrit. Jurusan Matematika ITB : Bandung.
0 komentar: