Senin, 04 November 2013

HARI POHON SEDUNIA UNTUK INDONESIA


Tanggal 21 November adalah merupakan hari pohon sedunia. Hari yang seharusnya mengingatkan kita akan pentingnya pohon dan tumbuhan di muka bumi. Mengingat, pohon dan tetumbuhan yang ada di bumi pertiwi semakin terkikis jumlahnya karena digantikan oleh gedung-gedung pencakar langit yang membuat atmosfer bumi menjadi semakin panas. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, sebagaimana data yang dilansir oleh Kementrian Perhutanan, DKI jakarta merupakan wilayah dengan luas hutan paling sedikit di antara kota atau daerah lain, yakni ‘hanya’ seluas 475.45 ha (SK No. 220/Kpts-II/00). Dengan jumlah penduduk kurang lebih 8,5 juta jiwa, ini merupakan sebuah ironi dari kota yang disebut dengan ibu kota Indonesia, ibu kota dari negara yang pada 2003 merupakan negara yang memiliki luas hutan tropis terbesar ke-3 di dunia setelah Brasil dan Kongo.
Maraknya Deforestasi
Deforestasi merupakan perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi bukan hutan (termasuk perubahan untuk perkebunan, pemukiman, kawasan industri, dan lain-lain). Ini merupakan faktor utama di dalam terkikisnya luas hutan yang ada di Indonesia. Hutan lindung, hutan hujan tropis, dan hutan-hutan yang lain disulap menjadi deretan gedung-gedung megah dan pabrik-pabrik industri yang menghasilkan jutaan ton limbah dan polusi. Belum lagi maraknya illegal logging dan penebangan liar yang secara langsung berdampak pada terkiskisnya luas hutan atau yang lebih sering dikenal dengan paru-paru dunia.
Konsumsi kertas juga merupakan salah satu faktor terjadinya penggundulan hutan. konsumsi kertas Indonesia tahun 2005 adalah sebesar 5,6 juta ton. Dibutuhkan sekitar 22,4 juta meter kubik kayu untuk memproduksinya. Dengan mengambil nilai minimal rata-rata tingkat pertumbuhan konsumsi dan produksi yakni 5% per tahun (menurut World Resource Institute untuk negara berkembang rata-rata sekitar 7% per tahun), maka diperoleh jumlah konsumsi kertas Indonesia di tahun 2006 adalah 5,96 juta ton. Dan data seperti ini jumlahnya akan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sejak tahun 1970 penggundulan hutan mulai marak di Indonesia. Pada tahun 1997-2000, laju kehilangan dan kerusakan hutan Indonesia mencapai 2,8 juta hektar/tahun. Dalam periode 2009/2010, deforestasi yang terjadi adalah seluas 832,126.9 ha dari seluruh total luas hutan di Indonesia yang berjumlah 131 juta ha (menurut data Dirjen Planologi Kehutanan 2011). Dan hal ini akan terus berlanjut. Deforestasi akan terus menjadi momok bagi kelangsungan ekosistem yang berada di dalam hutan. Maka tak heran, jika banyak berita di media yang memberitakan banyaknya satwa-satwa liar yang ‘menyerang’ pemukiman warga setempat karena berkurangnya suplai makanan alami yang disebabkan semakin berkurangnya luas hutan.
Padahal, hutan memiliki fungsi sebagai pengatur iklim. Melalui kumpulan pohon-pohonnya, hutan dapat memprduksi Oksigen (O2) yang diperlukan bagi kehidupan manusia dan dapat pula menjadi penyerap Karbondioksida (CO2) sisa hasil kegiatan manusia, atau menjadi paru-paru wilayah setempat. Karena siklus yang terjadi di hutan, dapat mempengaruhi iklim suatu wilayah di sekitarnya.
Efek Rumah Kaca
Sebagaimana di atas, salah satu penyebab semakin menipisnya hutan di Indonesia adalah maraknya pembangunan gedung-gedung industri dan gedung bertingkat. Secara langsung, bangunan-bangunan tersebut juga memiliki dampak negatif dari sisi ekologis. Dampak ini sering disebut juga dengan efek rumah kaca (greenhouse effect), yaitu pantulan panas dari sinar matahari yang sebagiannya dipantulkan kembali ke angkasa (oleh permukaan bumi yang berwarna muda —tutupan salju, awan, dll), yang kemudian sebagiannya lagi diserap baik oleh permukaan bumi yang berwarna agak gelap maupun oleh gas-gas rumah kaca yang terkandung dalam atmosfer.  Gas-gas rumah kaca ini merupakan sinar yang dipantulkan kembali sebagai panas. Semakin banyak kandungan atau konsentrasi gas-gas rumah kaca ini, semakin banyak panas yang dilepaskan, maka semakin panaslah atmosfer bumi. Semakin panas atmosfer bumi maka akan semakin membuat keterkacauan iklim yang semakin lama akan semakin sulit diprediksi
Walaupun sebenarnya efek rumah kaca merupakan proses alami yang diperlukan agar permukaan bumi cukup hangat untuk didiami. Sayangnya, aktivitas manusia mengganggu kondisi alami dan membuat konsentrasi gas rumah kaca semakin tinggi sehingga panas yang terperangkap di atmosfer semakin tinggi dan menyebabkan suhu permukaan bumi semakin panas.
Kembali ke Penghijauan
Pohon sebagai salah satu mekanisme hidup dalam kehidupan kita memiliki peran penting di dalam menjaga keseimbangan yang berlangsung dalam kehidupan di bumi. Karena setiap tahunnya, satu pohon saja dapat menghasilkan 260 pon O2 tiap tahunnya. Selain itu pohon juga dapat menyerap gas CO2 sebanyak 1 ton tiap tahunnya. Menanam pohon ini juga merupakan kontribusi kita terhadap lingkungan. Pohon dapat  membantu menurunkan emisi gas rumah kaca, sehingga turut membantu menurunkan pengaruh global warming. Selain itu, pohon juga bisa menjadi solusi dalam mencegah bencana alam seperti longsor dan banjir langganan yang terjadi di Jakarta. Karena selain sebagai penetralisir udara, pohon juga berperan penting dalam penyerapan air.
Hal inilah yang seharusnya kita kampanyekan kepada khalayak luas tentang pentingnya menanam dan menjaga kelestarian hutan dan pohon, karena dengan terlestarikannya pohon-pohon dan hutan, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan ekologis yang manfaatnya tentu saja kembali kepada manusia itu sendiri. Selamat, hari pohon sedunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar