Tanggal 21 November adalah merupakan hari pohon sedunia. Hari yang
seharusnya mengingatkan kita akan pentingnya pohon dan tumbuhan di muka
bumi. Mengingat, pohon dan tetumbuhan yang ada di bumi pertiwi semakin
terkikis jumlahnya karena digantikan oleh gedung-gedung pencakar langit
yang membuat atmosfer bumi menjadi semakin panas. Terutama di kota-kota
besar seperti Jakarta, sebagaimana data yang dilansir oleh Kementrian
Perhutanan, DKI jakarta merupakan wilayah dengan luas hutan paling
sedikit di antara kota atau daerah lain, yakni ‘hanya’ seluas
475.45 ha (SK No. 220/Kpts-II/00). Dengan jumlah penduduk kurang lebih
8,5 juta jiwa, ini merupakan sebuah ironi dari kota yang disebut dengan
ibu kota Indonesia, ibu kota dari negara yang pada 2003 merupakan negara
yang memiliki luas hutan tropis terbesar ke-3 di dunia setelah Brasil
dan Kongo.
Maraknya Deforestasi
Deforestasi merupakan perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan
menjadi bukan hutan (termasuk perubahan untuk perkebunan, pemukiman,
kawasan industri, dan lain-lain). Ini merupakan faktor utama di dalam
terkikisnya luas hutan yang ada di Indonesia. Hutan lindung, hutan hujan
tropis, dan hutan-hutan yang lain disulap menjadi deretan gedung-gedung
megah dan pabrik-pabrik industri yang menghasilkan jutaan ton limbah
dan polusi. Belum lagi maraknya illegal logging dan penebangan
liar yang secara langsung berdampak pada terkiskisnya luas hutan atau
yang lebih sering dikenal dengan paru-paru dunia.
Konsumsi kertas juga merupakan salah satu faktor terjadinya
penggundulan hutan. konsumsi kertas Indonesia tahun 2005 adalah sebesar
5,6 juta ton. Dibutuhkan sekitar 22,4 juta meter kubik kayu untuk
memproduksinya. Dengan mengambil nilai minimal rata-rata tingkat
pertumbuhan konsumsi dan produksi yakni 5% per tahun (menurut World
Resource Institute untuk negara berkembang rata-rata sekitar 7% per
tahun), maka diperoleh jumlah konsumsi kertas Indonesia di tahun 2006
adalah 5,96 juta ton. Dan data seperti ini jumlahnya akan terus
meningkat dari tahun ke tahun.
Sejak tahun 1970 penggundulan hutan mulai marak di Indonesia. Pada
tahun 1997-2000, laju kehilangan dan kerusakan hutan Indonesia mencapai
2,8 juta hektar/tahun. Dalam periode 2009/2010, deforestasi yang terjadi
adalah seluas 832,126.9 ha dari seluruh total luas hutan di Indonesia
yang berjumlah 131 juta ha (menurut data Dirjen Planologi Kehutanan
2011). Dan hal ini akan terus berlanjut. Deforestasi akan terus menjadi
momok bagi kelangsungan ekosistem yang berada di dalam hutan. Maka tak
heran, jika banyak berita di media yang memberitakan banyaknya
satwa-satwa liar yang ‘menyerang’ pemukiman warga setempat karena
berkurangnya suplai makanan alami yang disebabkan semakin berkurangnya
luas hutan.
Padahal, hutan memiliki fungsi sebagai pengatur iklim. Melalui kumpulan pohon-pohonnya, hutan dapat memprduksi Oksigen (O2) yang diperlukan bagi kehidupan manusia dan dapat pula menjadi penyerap Karbondioksida (CO2)
sisa hasil kegiatan manusia, atau menjadi paru-paru wilayah setempat.
Karena siklus yang terjadi di hutan, dapat mempengaruhi iklim suatu
wilayah di sekitarnya.
Efek Rumah Kaca
Sebagaimana di atas, salah satu penyebab semakin menipisnya hutan di
Indonesia adalah maraknya pembangunan gedung-gedung industri dan gedung
bertingkat. Secara langsung, bangunan-bangunan tersebut juga memiliki
dampak negatif dari sisi ekologis. Dampak ini sering disebut juga dengan
efek rumah kaca (greenhouse effect), yaitu pantulan panas dari
sinar matahari yang sebagiannya dipantulkan kembali ke angkasa (oleh
permukaan bumi yang berwarna muda —tutupan salju, awan, dll), yang
kemudian sebagiannya lagi diserap baik oleh permukaan bumi yang berwarna
agak gelap maupun oleh gas-gas rumah kaca yang terkandung dalam
atmosfer. Gas-gas rumah kaca ini merupakan sinar yang dipantulkan
kembali sebagai panas. Semakin banyak kandungan atau konsentrasi gas-gas
rumah kaca ini, semakin banyak panas yang dilepaskan, maka semakin
panaslah atmosfer bumi. Semakin panas atmosfer bumi maka akan semakin
membuat keterkacauan iklim yang semakin lama akan semakin sulit
diprediksi
Walaupun sebenarnya efek rumah kaca merupakan proses alami yang
diperlukan agar permukaan bumi cukup hangat untuk didiami. Sayangnya,
aktivitas manusia mengganggu kondisi alami dan membuat konsentrasi gas
rumah kaca semakin tinggi sehingga panas yang terperangkap di atmosfer
semakin tinggi dan menyebabkan suhu permukaan bumi semakin panas.
Kembali ke Penghijauan
Pohon sebagai salah satu mekanisme hidup dalam kehidupan kita
memiliki peran penting di dalam menjaga keseimbangan yang berlangsung
dalam kehidupan di bumi. Karena setiap tahunnya, satu pohon saja dapat
menghasilkan 260 pon O2 tiap tahunnya. Selain itu pohon juga dapat menyerap gas CO2
sebanyak 1 ton tiap tahunnya. Menanam pohon ini juga merupakan
kontribusi kita terhadap lingkungan. Pohon dapat membantu menurunkan
emisi gas rumah kaca, sehingga turut membantu menurunkan pengaruh global warming.
Selain itu, pohon juga bisa menjadi solusi dalam mencegah bencana alam
seperti longsor dan banjir langganan yang terjadi di Jakarta. Karena
selain sebagai penetralisir udara, pohon juga berperan penting dalam
penyerapan air.
Hal inilah yang seharusnya kita kampanyekan kepada khalayak luas
tentang pentingnya menanam dan menjaga kelestarian hutan dan pohon,
karena dengan terlestarikannya pohon-pohon dan hutan, akan terjadi
keharmonisan dan keseimbangan ekologis yang manfaatnya tentu saja
kembali kepada manusia itu sendiri. Selamat, hari pohon sedunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar