Dalam ranah perkuliahan saya mempelajari beberpa definisi tentang materi metode penelitian(MePel),di sini saya memberikan sebuah materi dari hasil belajar saya di perkuliahan
Paradigma Penelitian Kualitatif
1. Pendahuluan
Bagi mahasiswa yang
menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi, demikian pula dengan staf dosennya dalam melakukan penelitian secara umum
memakai metode kuantitatif. Penggunan matematika, statistika dan ekonometrika
merupakan suatu pilihan yang paling utama dalam melakukan analisis terhadap
masalah yang muncul.
Kebiasaan penggunaan
alat analisis kuantitatif sebenarnya tidak terlepas dari kedekatan ilmu ekonomi
dengan ilmu eksakta, di mana pendekatan ilmu ekonomi sudah relatif sama dengan
ilmu eksakta, yaitu memakai metode kuantitatif. Fenomena ekonomi dapat
diketahui dengan menggunakan metode ilmu eksakta, dengan mengemulsi
modelnya dan mengadopsi metaphoranya
(Andres Clark, 1992). Karena terdapat anggapan tidaklah ilmiah suatu disiplin
ilmu kalau tidak memakai pendekatan kuantitatif, maka tidaklah mengherankan
kalau ilmu ekonomi mendapatkan julukan sebagai rajanya ilmu-ilmu sosial.
Pendekatan
kuantitatif yang dipakai dalam ilmu ekonomi seperti layaknya ilmu eksakta tidak terlepas dari paradigma positivisme.
Keyakinan dasar dari paradigma positivisme berakar pada paham ontologi realisme
yang menyatakan bahwa realitas berada (exist)
dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural law). Penelitian berupaya mengungkap kebenaran relitas yang
ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan
Melihat kepada
perjalan waktu sekarang ini berkembang paradigma post-positivisme, teori
kritis bahkan konstruktivisme.
Paradigma post-positivisme muncul
sebagai perbaikan terhadap pandangan positivisme , di mana metodologi
pendekatan eksperimental melalui observasi dipandang tidak mencukupi, tetapi
harus dilengkapi dengan triangulasi, yaitu penggunan beragam metode, sumber
data, periset dan teori. Teori kritis dalam memandang suatu realitas penuh dengan muatan ideologi tertentu,
seperti neo-Marxisme, materialisme, feminisme dan paham lainnya. Paradigma
konstruktivisme secara ontologis menyatakan realitas itu ada dalam beragam
bentuk konstruksi mental yang didasarkan kepada pengalaman sosial, bersifat lokal
dan spesifik serta tergantung kepada pihak yang melakukannya. Atas dasar
pandangan filosofis ini, hubungan epistemologis antara pengamat dan obyek
merupakan satu kesatuan subyektif dan merupakan perpaduan interaksi diantara
keduanya (Agus Salim, 2006).
2. Perbedaan Paradigma
Positivisme dan Alamiah
Lincoln dan Guba
(1985) membedakan paradigma dalam ilmu pengetahuan secara umum dalam dua
kelompok, yaitu paradigma positivisme(positivist)
dan alamiah (naturalist). Pengertian
paradigma menurut Patton, 1978 (dalam Lincoln
dan Guba ,1985) ini adalah :
A
paradigm is a world view, a general perspective , a way of breaking down
the complexity of the real world. As
such, paradigms are deeply embedded in the socialization of adherents and
practitioners: paradigms tell them what is important, legitimate, and
reasonable. Paradigms are also normative, telling the practitioner what to do
without the necessity of long existential or epistemological consideration. But
it is this aspect of paradigms that constitutes both their strength and their
weakness-their strength in that it makes action possible, their weakness in
that the very reason for action is hidden in the unquestioned assumptions of
the paradigm.
Bogdan dan Biklen (1982 dalam Lexy J. Moleong, 1989) menyebut
paradigma sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama,
konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Deddy
Mulyana (2003) menyebut paradigma
sebagai suatu ideologi dan praktik suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu
pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama
untuk menilai aktivitas penelitian, dan menggunakan metode serupa.
Tabel
1. Contrasting Positivism and Naturalist
Axioms
Axioms About
|
Positivism Paradigm
|
Naturalist Paradigm
|
The nature of reality
|
Reality is single,
tangible, and fragmentable
|
Realities are multiple,
constructed, and holistic
|
The relationship of
knower to the known
|
Knower and known are
independent, a dualism
|
Knower and known are
interactive, inseparable
|
The possibility of
generalization
|
Time-and context-free
generalizations (nomothetic statements) are possible
|
Only time-and context
bound working hypotheses (ideo-raphic statements) are possible
|
The possibility of casual
linkages
|
There are real causes,
temporally precedent to or simultaneous with their effect
|
All entities are in a
state of mutual simultaneous shaping, so that it is impossible to distinguish
causes from effects
|
The role of values
|
Inquiry is value-free
|
Inquiry is value-bound
|
Sumber : Lincoln
dan Guba, 1985
Dari
Tabel 1 di atas dapat dilihat perbedaan aksioma paradigma positivisme dan
alamiah. Paradigma positivisme pada umumnya melahirkan metode penelitian
kuantitatif, sedangkan paradigma alamiah melahirkan metode kualitatif. Lincoln
dan Guba (1985) selanjutnya mengemukakan asumsi-asumsi dasar dalam paradigma
alamiah, diantaranya :
Asumsi tentang kenyataan.
Fokus paradigma alamiah
terketak pada kenyataan ganda yang dapat diumpamakan sebagai susunan lapisan
kulit bawang, atau seperti sarang, tetapi yang saling membantu satu dengan
lainnya. Setiap lapisan menyediakan perspektif kenyataan yang berbeda dan tidak
ada lapisan yang dapat dianggap lebih benar daripada yang lainnya. Fenomena
tidak dapat berkonvergensi ke dalam sustu bentuk saja, yaitu bentuk
‘kebenaran’, tetapi berdiverensi dalam berbagai bentuk, yaitu ‘kebenaran
ganda’. Lapisan-lapisan itu tidak dapat diuraikan atau dipahami dari segi
variable bebas dan terikat secara terpisah, tetapi terkait secara erat dan
membentuk suatu pola ‘kebenaran’.Pola inilah yang perlu ditelaaah dengan lebih
menekankan pada verstehen atau
pengertian daripada untuk keperluan prediksi dan kontrol. Peneliti alamiah
cenderung memandang secara lebih berdiverensi daripada konvergensi apabila
peneliti makin terjun ke dalam kancah penelitian.
Asumsi tentang peneliti
dan subyek
Paradigma alamiah berasumsi
bahwa fenomena bercirikan interaktivitas. Walaupun usaha penjajagan dapat
mengurangi interaktivitas sampai ke tingkatan minimum, sejumlah besar
kemungkinan akan tetap tersisa. Pendekatan yang baik memerlukan pengertian
tentang kem ungkinan pengaruh terhadap interaktivitas, dan dengan demikian perlu
memperhitungkannya.
Asumsi tentang hakikat
pernyataan tentang ‘kebenaran’
Peneliti alamiah
cenderung mengelak dari adanya generalisasi dan menyetujui thick description dan hipotesis kerja. Perbedaan dan bukan
kesamaan, yang memberi ciri terhadap konteks yang berbeda. Jadi, jika seseorang
mendeskripsikan atau menafsirkan suatu situasi dan ingin mengetahui serta ingin
mencari tahu apakah hal itu berlaku pada situasi kedua, maka peneliti perlu
memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang keduanya (yaitu thick
description) guna menentukan apakah terdapat dasar yang cukup kuat untuk
mengadakan pengalihan. Selanjutnya, fokus pencarian alamiah lebih memberi
tekanan pada perbedaan yang lebih besar daripada persamaan. Perbedaaan yang
kecil pun dirasakan jauh lebih penting daripada persamaan yang cukup besar.
Dengan demikian paradigma alamiah mengacu kepada dasar pengetahuan idiografik, yaitu yang mengarah kepada
pemahaman peristiwa atau kasus-kasus tertentu. Sedang di sisi lain, paradigma
positivisme mengacu pada dasar pengetahuan
nomotetik, yaitu yang mengacu kepada pengembangan hukum-hukum umum.
Fry (1981, dalam
Ahmad Sonhadji, et al, 1996) membedakan secara lebih rinci perbandingan antara
paradigma penenelitian kualitatif dan kuantitatif , seperti dapat dilihat dalam
Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Perbandingan paradigma kualitatif dan kualitatif
Paradigma
Kualitatif
|
Paradidma Kuantitatif
|
Mengajurkan penggunaan metode kualitatif
|
Menganjurkan penggunaan metode kuantitatif
|
Fenomelogisme dan verstehen
dikaitkan dengan pemahaman perilaku manusia dari frame of reference aktor itu sendiri
|
Logika positivisme:”Melihat fakta atau kasual fenomena sosial
dengan sedikit melihat bagi pernyataan subyektif individu-individu”
|
Observasi tidak terkontrol dan naturalistik
|
Pengukuran terkontrol dan menonjol
|
Subyektif
|
Obyektif
|
Dekat dengan data:merupakan perspektif “insider”
|
Jauh dari data: data merupakan perspektif “outsider”
|
Grounded, orientasi diskoveri, eksplorasi, ekspansionis, deskriptif, dan
induktif
|
Tidak grounded,
orientasi verifikasi, konfirmatori, reduksionis, inferensial dan
deduktif-hipotetik
|
Orientasi proses
|
Orientasi hasil
|
Valid: data “real, “rich,
dan “deep”
|
Reliabel:data dapat direplikasi dan “hard”
|
Tidak dapat digeneralisasi:studi kasus tunggal
|
Dapat digeneralisasi:studi multi kasus
|
Holistik
|
Partikularistik
|
Asumsi realitas dinamik
|
Asumsi realitis stabil
|
3. Proses Penelitian
Kualitatif
Menurut Strauss dan
Corbin (2003) penelitian kualitatif dimaksud sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan lainnya. Selanjutnya, dipilihnya penelitian kualitatif karena
kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif
dapat memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit
diungkapkan oleh metode kuantitatif.
Proses penelitian
kualitatif supaya dapat mengahasilkan temuan yang benar-benar bermanfaat
memerlukan perhatian yang serius terhadap berbagai hal yang dipandang perlu.
Dalam memperbincangkan proses penelitian kualitatif paling tidak tiga hal yang
perlu diperhatikan, yaitu kedudukan teori, metodologi penelitian dan desain
penelitian kualitatif.
Kedudukan Teori
Dilihat dari aspek
aksiologi tujuan ilmu (ilmu pengetahuan) adalah untuk mencari kebenaran dan
membantu manusia mengatasi kesulitan hidupnya dalam rangka mencapai
kesejahteraan. Suatu perguruan tinggi di mana berbagai ahli berkumpul mempunyai
tujuan untuk mengembangkan ilmu di mana natinya terdapat gudang ilmu, sebenarnya yang terjadi adalah pengembangan
berbagai teori (Ahmad Tafsir, 2006).
Pengertian teori
menurut Marx dan Goodson (1976, dalam Lexy J. Moleong, 1989) ialah aturan
menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena
alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari (1) hubungan-hubungan yang
dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang diukur), (2) mekanisme atau
struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian, dan (3)
hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk
data dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apa pun secara
langsung. Fungsi teori paling tidak ada empat, yaitu (1) mensistematiskan
penemuan-penemuan penelitian, (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis
dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) membuat
ramalan atas dasar penemuan, (4) menyajikan penjelasan dan, dalam hal ini,
untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa’.
Penelitian
kualitatif dapat bertitik tolak dari suatu teori yang telah diakui kebenarannya
dan dapat disusun pada waktu penelitian
berlangsung berdasarkan data yang dikumpulkan. Pada tipe pertama, dikemukakan
teori-teori yang sesuai dengan masalah penelitian, kemudian di lapangan dilakukan
verifikasi terhadap teori yang ada, mana yang sesuai dan mana yang perlu diperbaiki
atau bahkan ditolak
Penelitian kualitatif
mengenal adanya teori yang disusun dari data yang dibedakan atas dua
macam teori, yaitu teori substantif dan teori formal (Lexy J. Moleong, 1989 dan
Mubyarto, et al, 1984). Teori
substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau
empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, antropologi,
psikologi dan lain sebagainya. Contoh: perawatan pasien, hubungan ras, pendidikan
profesional, kenakalan, atau organisasi peneliti. Di sisi lain, teori formal
adalah teori untuk keperluan formal atau yang disusun secara konseptual dalam
bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, psikologi dan
sebagainya. Contoh: perilaku agresif, organisasi formal, sosialisasi, autoritas
dan kekuasaan, sistem penghargaan, atau mobilitas social.
Unsur-unsur teori
meliputi (a) kategori konseptual dan kawasan konseptualnya dan (b) hipotesis
atau hubungan generalisasi diantara kategori dan kawasan serta integrasi.
Kategori adalah unsur konseptual suatu teori sedangkan kawasannya (property)
adalah aspek atau unsur suatu kategori. Yang perlu ditekankan dalam penelitian
kualitatif, bahwa status hipotesis ialah suatu yang disarankan, bukan sesuatu
yang diuji diantara hubungan kategori dan kawasannya. Jadi, dengan demikian
peneliti sejak awal penelitian lapangan akan menjadi aktif menyusun hipotesis
dalam rangka pembentukan teori. Keaktifan tersebut mencakup baik penyusunan
hipotesis baru maupun verifikasi hipotesis melalui perbandingan antar kelompok.
Contoh unsur-unsur
teori menurut jenis teori substantif maupun teori formal dapat dilihat dalam
Tabel 3.
Tabel. 3. Unsur-unsur Teori dan Contoh-contohnya
Unsur Teori
|
Jenis Teori
|
|
Substantif
|
Formal
|
|
Kategori
|
Kerugian masyarakat karena kematian pasien
|
Nilai sosial sesorang
|
Kawasan Kategori
|
Menghitung kerugian masyara-
kat atas dasar cirri pasien yang jelas dan dipelajari
|
Menghitung niali social seseorang atas dasar ciri-ciri yang jelas
dan dipelajari
|
Hipotesis
|
Makin tinggi kerugian masyarakat dari pasien yang meninggal,
1)
makin baik perawatannya
2)
makin banyak perawat yang
mengembangkan alas an kematian untuk menjelaskan kemati-nnya
|
Makin tinggi nilai masyarakat sesorang, makin kurang penundaan
pelayanan yang diterimanya dari para ahli
|
Sumber : Glaser dan Strauss, 1980 dalam Lexy J. Moleong, 1989
3. Pemilihan Metodologi
Penelitian
Penelitian
kualitatif bertujuan untuk melakukan penafsiran terhadap fenomena sosial.
Metodologi penelitian yang dipakai adalah multi metodologi, sehingga sebenarnya
tidak ada metodologi yang khusus. Para periset
kualitatif dapat menggunakan semiotika, narasi, isi, diskursus, arsip, analisis
fonemik, bahkan statistik. Di sisi yang lain, para periset kualitatif juga menggunakan
pendekatan, metode dan teknik-teknik etnometodologi, fenemologi, hermeneutic,
feminisme, rhizomatik, dekonstruksionisme, etnografi, wawancara, psikoanalisis,
studi budaya, penelitian survai, dan pengamatan melibat (participant observation) (Agus Salim, 2006). Dengan demikian,
tidak ada metode atau praktik tertentu yang dianggap unggul, dan tidak ada
teknik yang serta merta dapat disingkirkan. Kalau dibandingkan dengan
metodologi penelitian yang dikemukakan oleh Feyerabend (dalam Chalmers, 1982) mungkin
akan mendekati ketepatan, karena menurutnya metodologi apa saja boleh dipakai
asal dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.
Penggunaan dan arti
metode penelitian kualitatif yang berbeda-beda ini menyulitkan diperolehnya
kesepakatan diantara para peneliti mengenai definisi yang mendasar atasnya.
Selanjutnya Agus Salim (2006) menyatakan bila suatu definisi harus dibuat bagi
pendekatan kebudayaan , maka penelitian kualitatif adalah suatu bidang
antardisiplin, lintas disiplin, bahkan kadang-kadang kawasan kontradisiplin.
Di sisi lain,
penelitian kualitatif juga melintasi ilmu pengetahuan humaniora, sosial, dan
fisika. Hal tersebut berarti penelitian kualitatif memiliki fokus terhadap
banyak paradigma. Para praktisinya sangat peka
terhadap nilai pendekatan multimetode. Mereka memiliki komitmen terhadap sudut
pandang naturalistiuk dan pemahaman intepretatif atas pengalaman manusia. Pada
saat yang sama, bidang ini bersifat politis dan dibentuk oleh beragam etika dan
posisi politik.
Meskipun penelitian
kualitatif bersifat multi metodologi, akan tetapi seperti halnya penelitian
kuantitatif perlu mempertimbangkan validitas data. Perbandingan validitas
penelitian secara paralel antara penelitian kualitatif dan kuantitatif adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. Padanan
Validitas antara Metode Kualitatif dan Kuantitatif
Kualitatif
|
Kuantitatif
|
|
Credibility
|
Berpadanan dengan
|
Validitas internal
|
Transferability
|
Berpadanan dengan
|
Validitas eksternal
|
Dependability
|
Berpadanan dengan
|
Realibilitas/Keajegan
|
Confirmability
|
Berpadanan dengan
|
Obyektivitas
|
Sumber : Agus Salim, 2006
Menurut Denzin dan Lincoln (1994 dalam Agus
Salim, 2006) secara umum penelitian kualitatif sebagai suatu proses dari berbagai langkah yang melibatkan
peneliti, paradigma teoritis dan interpretatif, strategi penelitian, metode
pengumpulan data dan analisis data empiris, maupun pengembangan interpretasi
dan pemaparan.
Disain Penelitian
Kualitatif
Berbeda dengan penelitian
konvensional yang bersifat kuantitatif, dalam penelitian kualitatif, disain
penelitian tidak ditentukan sebelumnya. Meskipun begitu, menurut Bogdan
&Biklen, 1982 dalam Arief Furchan, 1996) fungsi disain tetap sama yaitu
digunakan dalam penelitian untuk menunjukkan rencana penelitian tentang
bagaimana melangkah maju. Lincoln
dan Guba (1985) mengidentifikasi unsur-unsur atau elemen-elemen disain
naturalistik sebagai berikut:
Penentuan fokus penelitian (initial focus for inquiry)
Penentuan fokus penelitian dilakukan dengan memilih
fokus atau pokok permasalahan yang dipilih untuk diteliti, dan bagaimana
memfokuskannya: masalah mula-mula sangat umum, kemudian mendapatkan fokus yang
ditujukan kepada hal-hal yang spesifik. Namun, fokus itu masih dapat berubah.
Fokus sangat penting sebab tidak ada penelitian tanpa fokus, sedangkan sifat
fokus tergantung dari jenis penelitian yang dilaksanakan. Misalnya, untuk
penelitian fokusnya adalah masalah, untuk evaluasi fokusnya adalah evaluan, dan
untuk analisis kebijakan fokusnya adalah pilihan kebijakan.
Penyesuaian paradigma
dengan fokus penelitian.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat muncul dalam penyusunan
disain, diantaranya: (a) Apakah fenomena terwakili oleh konstruksi yang ganda
dan kompleks (a multiciplicity of complex
social contructions)?; (b) sampai di mana tingkatan interaksi antara
peneliti-fenomena dan sampai di mana tingkatan ketidakpastian interaksi
tersebut yang dihadapkan kepada peneliti ?; (c)sampai di mana tingkatan
ketergantungan konteks?; (d) apakah beralasan (reasonable) untuk menyatakan hubungan kausal yang konvensional pada
unsur-unsur fenomena yang diamati ataukah hubungan antar gejala itu bersifat mutual simultaneous shipping?; (e)
sampai di mana kemungkinan nilai-nilai merupakan hal yang krusial pada hasil (context and time-bound atau context and
time-free generalization)?
Penyesuaian paradigma
penelitian dengan teori substantif yang dipilih
Kesesuaian acuan
teori yang digunakan (kalau ada) dengan sifat sosial yang diacu sangat penting
dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif apabila temuan-temuan
dapat memunculkan teori dari bawah (grounded),
maka penelitian tersebut dapat dilanjutkan. Teori yang muncul dari bawah ini
hendaknya ajeg dengan paradigma metode yang menghasilkan teori tersebut.
Penentuan di mana dan dari
siapa data akan dikumpulkan
Dalam penelitian
kualitatif tidak ada pengertian populasi, samp[ling juga berbeda tafsirannya
dengan metode lainnya. Dalam kualitatif, sampling merupakan pilihan peneliti
tentang aspek apa, dari peristiwa pa, dan siapa yang dijadikan focus pada saat
dan situasi tertentu.Oleh karena itu dilakukan terus menerus sepanjang
penelitian. Artinya, tujuan sampling adalah untuk mencakup sebanyak mungkin
informasi yang bersifat holistic kontekstual. Dengan kata lain, sampling tidak
harus representatif terhadap populasi (penelitian kuantitatif), melainkan
representative terhadap informasi holistik. Dalam merencanakan sampling
dipertimbangkan langkah-langkah berikut; (a)menyiapkan identifikasi
unsure-unsur awal; (b)menyiapkan munculnya sample secara teratur dan purposif; (c)menyiapkan
penghalusan atau pemfokusan sample secara terus-menerus; dan (d) menyiapkan
penghentian sampling. Sebagai catatan bahwa rencana-rencana tersebut hanya
bersifat sementara, sebab tidak ada satupun langkah yang dapat dikembangkan
secara sempurna sebelum dimulainya penelitian di lapangan.
Penentuan fase-fase
penelitian secara berurutan
Dalam penelitian
ditentukan tahap-tahap penelitian, dan bagaimana beranjaknya dari tahap satu ke
tahap yang lain dalam proses yang berbentuk siklus. Tahapan-tahapan tersebut
memiliki tiga fase pokok: Pertama. Tahap orientasi dengan mendapatkan informasi
tentang apa yang penting untuk ditemukan, atau orientasi dan peninjauan. Kedua,
tahap eksplorasi dengan menemukan sesuatu secara eksplorasi terfokus, dan
ketiga, tahap member check dengan
mengecek temuan menurut prosedur yang tepat dan memperoleh laporan akhir.
Penentuan instrumentasi.
Instrumen
penelitian tidak bersifat eksternal, melainkan bersifat internal yaitu peneliti
sendiri sebagai instrument (human instrument). Bentuk-bentuk lain instrument
boleh dipergunakan jika ada. Untuk semua penelitian naturalistic, evaluasi atau
analisis kebijakan sangat bermanfaat apabila instrument manusia diorganisasi
dalam satu tim, dengan keuntungan-keuntungan dalam hal peran, perspektif nilai,
disiplin, strategi, metodologi, cek internal dan saling mendukung.
Perencanaan pengumpulan
data
Instrumen manusia
yang beroperasi dalam situasi yang tidak ditentukan, di mana peneliti memasuki
lapangan yang terbuka, sehingga tidak mengetahui apa yang tidak diketahui.
Untuk itu maka peneliti haruslah mengandalkan teknik-teknik kualitatif, seperti
wawancara, observasi, pengukuran, dokumen, rekaman, dan indikasi non-verbal.
Dalam rekaman data terbagi pada dua dimensi, yaitu fidelitas dan struktur.
Fidelitas mengacu pada kemampuan peneliti untuk menunjukkan bukti secara nyata
dari lapangan(fidelitas tinggi, misalnya rekaman video atau audio, sedangkan
fidelitas kurang, misalnya catatan lapangan). Sedangkan dimensi struktur
meliputi terstrukturnya wawancara dan observasi.
Perencanaan prosedur
analisis
Analisis data
dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus-menerus dari awal
sampai akhir penelitian. Pengamatan tidak mungkin tanpa analisis untuk
mengembangkan hipotesis dan teori berdasarkan data yang diperoleh. Analisis
data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis
transkip-transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar
peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis data melibatkan pengerjaan pengorganisasian,
pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola-pola, pengungkapan hal-hal
yang penting dan penentuanapa yang dilaporkan. Karena banyaknya model analisis
yang diajukan oleh para pakar, maka peneliti hendaknya memilih salah satu
modfel yang dianjurkan oleh para pakar tersebut.
Perencanaan logistik.
Perencanaan
perlengkapan (logistik) dalam penelitian kualitatif dapat dikelompokkan ke
dalam lima kategori, yaitu: (a)mempertimbangkan kebutuhan logistic awal secara
keseluruhan sebelum pelaksanaan proyek; (b)logistik untuk kunjungan lapangan
sebelum, berada di lapangan; (c) logistik untuk sewaktu di lapangan; (d)
logistik untuk kegiatan-kegiatan setelah kunjungan lapangan; dan (e)
perencanaan logistik untuk mengakhiri dan menutup kegiatan.
Rencana untuk pemeriksaan keabsahan data
Pemeriksaan
keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi empat teknik. Pertama,
kredibilitas (credibility)yaitu
criteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang
dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca
secara kritis dan dari responden sebagai informan. Untuk hasil penelitian yang
kredibel, terdapat tujuh teknik yang diajukan yaitu: perpanjangan kehadiran
peneliti/pengamat (prolonged engagement),
pengamatan terus-menerus (persistent
observation), triangulasi (triangulation),
diskusi teman sejawat (peer debriefing),
analisis kasus negative (negative case
analysis), pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks), dan pengecekan anggota(member checking).
Kedua,
transferabilitas (transferability).
Kriteria ini digunakan untuk memenuhi criteria bahwa hasil penelitian yang
dilakukan dalam konteks (setting)
tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki tipologi yang sama.
Ketiga, dependabilitas (dependability). Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu
atau tidak, dengan mengecek: apakah si peneliti sudah cukup hati-hati, apakah
membuat kesalahan dalam mengkonseptualisasikan rencana penelitiannya,
pengumpulan data, dan pengintepretasiannya. Teknik terbaik yang digunakan
adalah dependability audit dengan
meminta dependent dan independent auditor untuk mereview aktifitas peneliti.
Keempat, konfirmabilita (confirmability). Merupakan kriteria untuk menilai mutu tidaknya
hasil penelitian. Jika dependabilitas digunakan untuk menilai kualitas dari
proses yang ditempuh oleh peneliti, maka konfirmabilitas untuk menilai kualitas
hasil penelitian, dengan tekanan pertanyaan apakah data dan informasi serta
interpretasi dan lainnya didukung oleh materi yang ada dalam audit trail.
Dari
berbagai uraian yang dikemukakan di atas penelitian merupakan sebuah proses
yang memerlukan perhatian yang benar-benar serius seandainya ingin diperoleh
hasil penelitian yang berkualitas. Perhatian Tabel 4 berikut, yang
menggambarkan ringkasan penelitian kualitatif sebagai suatu proses
Tabel 5. Peneltian Kualitatif sebagai Proses
Fase
|
Uraian
|
Periset sebagai subjek penelitian
yang multi kultural
|
Penelitian bersifat historis dan penelitian tradisi , konsep dari
diri dan semuanya, tergantung pada etika dan politik penelitian
|
Paradigma teoritis dan
interpretatif
|
Positivisme, post-positivisme, konstruktivisme, feminisme, model
etnik, model Marxis, cultural studies
|
Strategi penelitian
|
Desain studi, studi kasus, etnografi, observasi partisipasi,
fenomenologi, grounded theory,
metode biografi, metode histories, penelitian tindakan, dan penelitian klinis
|
Metode pengumpulan data dan analisis data empiris
|
Interviu, observasi, artefak, dokumen dan rekaman, metode visual,
metode pengalaman pribadi, analisis dengan bantuan program computer, dan
analisis tekstual
|
Pengembangan interpretasi dan pemaparan
|
Kritereia dan kesepakatan, seni dan politik penafsiran, penafsiran
tulisan, strategi analisis, tradisi evaluasi, dan penelitian terapan
|
Pengunaan Metode
Kualitatif dalam Ekonomi
Kalau diperhatikan
karya-karya klasik dalam bidang ekonomi, misalnya buku karangan Adam Smith , Wealth of Nations (1976) yang ditulis
tahun 1776, maka sebagian besar narasinya berisi analisis secara kualitatif.
Demikian pula, buku klasik lainnya, karya Karl Marx, Das Kapital, berisi uraian secara mendalam penggunaan berbagai
disiplin ilmu untuk menggambarkan keadaan masyarakat pada waktu itu.
Penggunaan alat
analisis kuantitatif begitu demikian menonjol setelah munculnya aliran
Neo-Klasik, yang dalam analisisnya menekankan sudut optimasi dalam kegiatan
ekonomi. Walaupun dominasi penggunaan alat dan metode penelitian kuantitatif
begitu menonjol, bukan berarti dalam karya ilmiah ilmu ekonomi semuanya memakai
itu. Misalnya, aliran ekonomi kelembagaan awal dalam analisis ekonomi
menggunakan pendekatan tidak murni, akan tetapi dibantu disiplin ilmu lainnya.
Myrdal (1954) dalam karya awalnya menulis betapa pentingnya elemen politik
dalam pengembangan teori ekonomi. Karya monumental Myrdal lainnya (1972) yang
mengantarkannya memperoleh hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 1974 menerangkan
kegagalan pembangunan di Asia karena terlalu mengadopsi model ekonomi
Neo-Klasik dan kurang memperhatikan factor-faktor non ekonomi, seperti keadaaan
politik, social, budaya dan hukum. Demikian pula, Weber (dalam Taufik Abdullah,
editor, 1979) kuranglah dikenal oleh mahasiswa ekonomi, meskipun hasil karyanya
cukup terkenal. Menurutnya, kemajuan di dunia Barat dengan kapitalismenya,
disebabkan karena factor agama yang dianut oleh pengikutnya, khususnya agama
Protestan dengan aliran Calvinisme.
Celakanya, meskipun
Myrdal memperoleh hadiah Nobel Ekonomi akan tetapi dalam banyak buku sejarah
pemikiran ekonomi tidaklah diperbincangkan, karena beliau lebih dijuluki
sebagai seorang sosiolog.
Penutup
Metode penelitian kualitatif
sebagai salah satu pilihan yang dapat dipakai para mahasiswa Fakultas Ekonomi
maupun para peneliti ekonomi, di samping netode penelitian kuantitatif yang
sudah biasa dipakai. Pendalaman terhadap metode penelitian kualitatif harus
disesuaikan dengan bidang kajian yang digemari, seperti kalau ingin mempelajari
organisasi, bisa baca buku karangan Symon dan Catherine Cassell(1998). Jika
ingin mempelajari akuntansi harus merujuk metode penelitian kualitatif untuk
akuntansi dan untuk ilmu ekonomi dan studi pembangunan juga pernah dilakukan,
misalnya oleh Mubyarto, et al (1984).
Sekiranya para
peneliti ingin menggabungkan penelitian kualitatif dan kualitatif berbagai
pedoman penelitian bisa dirujuk. Misalnya Brannen (1997) maupun Lili Rasjidi
(1991).
Menurut Capra tradisi-tradisi mistik yang terdapat dalam setiap
agama dan halqah-halqah mistikal itu bisa juga ditemukan pada banyak ajaran
filsafat Barat. Paralel-paralel fisika modern tidak hanya muncul pada dalam Veda
Hinduisme, dalam I Ching, atau
dalam sutra-sutra Budha, tetapi juga
dalam fragmen-fragmen Heraclitus, dalam sufisme Ibnu Arabi, atau dalam
ajaran-ajaran Don Juan, Sang Penyair.
Daftar Pustaka
Agus Salim 2006.Teori & Paradigma Penelitian
Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana
Brannen, Julia. 1997. Memadu Metode Penelitian
Kualitatif & Kuantitatif. Terj, Nuktaf Arfawie Kurde, Imam Safe’I dan
Noorhaidi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Imron Arifin. 1996. Penelitian Kualitatif dalam
ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan. Editor. Malang:
Kalimasahada
Lili Rasjidi. 1991. Manajemen Riset Antardisiplin,
editor. Bandung:
Rosda
Lincoln, Yvonna S & Egon G. Guba. 1985.
Naturalistic Inquiry. California:
Sage
Lexy J. Moleong. 1989. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung:
Remadja Karya
Mubyarto, Loekman Sutrisno dan Michael Dove. 1984.
Nelayan dan Kemiskinan. Studi Ekonomi dan Antropologi di Dua Desa Pantai. Jakarta: Rajawali.
Symon, Gillian & Catherine Cassell.1998.
Qualitative Methods and Analysis in Organizational Research. A Practical Guide.
New Delhi: Sage
Weber, Max.1960. Sekte-sekte
Protestan dan Semangat Kapitalisme dalam Taufik Abdullah, editor. 1979. Agama,
Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta:
LP3ES.
Myrdal, Gunnar. 1969. The political
Element in the Development of Economic Theory. New York: Simon and Schuster.
Smith, Adam. 1976. An Inquiry into
tThe Wealth of Nations. Chicago:
The University of
Chicago.
Capra, Fritjof. 2001. Tao of
Physics.Menyingkap Paralisme Fisika Modern dan Mistisisme Timur. Terjemahan Pipit Maizer.Yogyakarta:
Jalasutra.
Capra, Fritjof. 2000 Titik Balik
Peradaban Sains, masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Terjemahan M. Thoyibi. Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar